TUHAN TAHU
Karya : Abdul Syukur
SMAN Pintar Kuantan Singingi
Suasana siang itu begitu
terik. Mentari memancarkan sinarnya dengan garang. Sebuah kota yang cukup ramai
pun tak luput dari pancaran sinarnya. Orang- orang berjalan sambil berbincang
bersama temannya dengan menahan teriknya Sang Mentari yang sangat menyanyat
kulit mereka.
Terlihat seorang laki-laki
muda sedang menikmati rokok yang sudah hampir habis. Wajah yang ditengadahkan
sambil menatap sebuah gedung berlantai 3, membuatnya terlihat angkuh.
“ Siang yang panas, orang-orang yang
munafik dan ini saya, orang yang bebas “
gumamnya.
Rama, seorang laki-laki muda yang masih dalam usia sekolah sedang
bersandar disebuah dinding bangunan mewah yang menjulang tinggi. Dia berpakaian
bak seorang anak muda yang sedang menikmati tren 2011 dengan jaket woll dan celana
jeans yang membuatnya terlihat keren. Apalagi posisi berdiri yang hanya
bertumpu pada satu kaki dan kaki satu lagi ditekuk dan disandarkan ke dinding,
serta tangan yang masuk kedalam saku celananya yang sesekali memperbaiki
posisis rokok yang ia hisap.
Tiba- tiba dari tempat yang tidak jauh darinya, ada sekelompok
orang yang berteriak.
“ Copeeet…Copeeettt… “
teriakan sekelompok orang tersebut.
Suara itu terdengar dari
massa yang berlarian memburu seorang pria yang lari dan membawa tas kearah
Rama. Tepat di depan tubuh Rama, pria itu terjatuh karena tersandung kaki Rama
yang sengaja ia julurkan tetap dengan posisinya tadi. Salah seorang dari massa
tersebut datang lalu memegangi pria itu.
“ Akhirnya kau tertangkap
juga, dasar pencopet keparat ” bentak salah seorang massa sambil menindih tubuh pria itu dan
menarik kerah bajunya yang membuat pria itu sesak.
Massa bertambah banyak dan
memukuli pria yang dituduh pencopet tadi, sehingga terjadi kejadian main hakim
sendiri.
“ Mati kau pencopet sialan!” umpat salah seorang massa yang ikut
memukuli pencopet itu.
Rama yang berdiri didepan
mereka, berdiri lurus dan membuang puntung rokok yang dihisapnya tadi lalu
diinjaknya. Kemudian ia pergi meninggalkan kerumunan massa yang masih memukuli
pencopet itu.
“ Dasar orang-orang bodoh,
bukan pencopet itu yang keparat, tapi
kalian. Kalian para keparat hukum yang membuat kesempatan untuk menimbulkan
niat jahat para pencopet “ gumamnya sambil tersenyum mereng hingga kerumunan
massa tertinggal jauh dibelakangnya.
Lama berjalan, Rama menuju sebuah warung kecil tempat berjualan
minuman dan makanan ringan. Karena rokok disakunya sudah habis, maka hasrat
untuk membeli rokok pun timbul dalam hatinya. Tanpa berpikir panjang, Rama pun
membeli sebungkus rokok di warung tersebut.
“ Buk, rokok yang itu satu
“ ujarnya sambil menunjuk rokok yang bermerk class mild.
“ Nih Dik rokoknya” sambil
menyodorkan rokok kepada Rama
“ Berapa harganya Buk ?”
Tanyanya dengan santai
“ Rp. 10.000 Dik “ jawab
ibu penjaga warung tersebut
Dikeluarkannya selembar
uang sepuluh ribu dari dalam dopetnya yang lusuh.
“ Nih Buk, uangnya. Terima
kasih Buk “ menyodorkan uang dengan tangan kanan
“ Sama-sama Dik “ jawabnya
sambil tersenyum manis
Berbalik kearah jalanan yang cukup padat dan membelakangi warung
tersebut, Rama tampak bingung hendak kemana. Dia tidak memiliki tujuan yang
jelas. Untuk menghilangkan kebingungannya itu, ia mengambil sebatang rokok dari
bungkusnya yang ia letakkan didalam saku jaketnya, kemudian dinyalakan rokok
tadi lalu dihisapnya sambil melihat keseberang jalan. Setelah menyulut rokok
itu, ia memasukkan kembali bungkus rokok tadi kedalam sakunya.
Tiba-tiba seorang pengemis
yang tangannya diperban dan membawa sebuah tongkat untuk membantunya berjalan,
menghampiri Rama.
“ Mas, sedekahnya Mas.
Saya minta keikhlasannya. Sudah dua hari saya tidak makan dan saat ini saya
sangat lapar“ ujar pengemis itu dengan nada dan muka yang memelas.
Rama menoleh kearah pengemis itu dan menatap
serius dari muka sampai kearah kaki pengemis tersebut. Ditunjukkannya wajah
tanpa ekspresi dan tanpa makna.
“ Pak, bisa tidak bapak
melihat anak sekolahan yang ada diseberang sana?” ujar Rama sambil menunjuk
kearah jalan tepat pada para anak SMA yang baru pulang sekolah.
Pengemis itu hanya terdiam dan menatap Rama dengan tatapan
tak mengerti dengan posisi tangan menengadah kearah Rama.
“ Masih banyak pekerjaan
halal dan lebih baik yang dapat Anda jalani daripada pekerjaan yang Anda jalani
sekarang” ujar Rama sambil memalingkan wajah perlahan kearah pengemis.
“ Saya tahu Mas, tapi saya
tidak berdaya untuk itu” jawab pengemis itu lirih.
“ Hidup saya sudah
benar-benar menderita” tambah pengemis itu pasrah.
“ Pernahkah Anda berpikir
bahwa didunia ini masih ada orang yang lebih menderita dari Anda sekarang? “ tanya
Rama dengan santai
“ Tidak, setahu saya hanya
sayalah yang paling menderita dimuka bumi ini.
“Hidup saya benar-benar
jauh dari titik kebahagiaan. Kalau memang ada, siapa orang itu?” pengemis itu
kembali bertanya, penuh penasaran
“ Sayalah orangnya Pak.
Saya dulu seperti mereka. Pagi berangkat sekolah dengan teman-teman, pulangpun
bersama. Sorenya kami bermain di Mall yang luas dan bisa membeli apa saja yang
saya inginkan. Tapi sekarang? Huh !” Rama terdiam dan menunduk
“ Memang sekarang keadaan
Mas seperi apa? “ Tanya pengemis itu bertambah penasaran
“ Huh, sekarang semuanya
berubah 180 derajat. Saat bajingan yang ada digedung-gedung berlantai banyak
itu merampas hak orang lain, yang membuat ayah saya dituduh melakukan penipuan
hingga dipecat dari kerjanya” tukas Rama dengan tenang.
“ Lalu, sebenarnya siapa
yang mengubah hidup Mas menjadi seperti sekarang ini dan siapa yang harus
disalahkan? “ Tanya pengemis itu ingin tahu
“ Koruptor keparat yang
telah mengubahnya dan harusnya dia yang disalahkan. Tapi saya salut padanya,
orang yang telah membuat saya kehilangan anggota keluarga dan harta, dan juga
orang-orang yang saya cintai” jawab Rama dengan tegar
Rama kembali menghisap rokoknya dan meninggalkan pengemis itu tanpa
memberi sepeser uang pun kepada pengemis itu. Setelah jarak antara Rama dan
pengemis itu sudah cukup jauh, pengemis itu berteriak.
“ Mas, saya tahu mas marah
pada para koruptor itu, tapi tidak semua orang yang memiliki kedudukan bersikap seperti itu” teriak pengemis itu
sehinnga membuat Rama berhenti berjalan
“ Saya doakan semoga mas
bisa menjadi orang kaya yang tidak seperti itu dan mendapat keluarga yang jauh
dari istilah itu” sambung pengemis itu.
Rama tidak berbalik, dia hanya tersenyum dan menunduk dengan
rokok masih melekat dimulutnya. Rama
melanjutkan langkahnya dengan kepala sedikit menunduk.
Langkah Rama terhenti
ditepi jalan sambil menunduk. Perlahan ia naikkan wajahnya dan menoleh kearah
kiri melihat sebuah rumah mewah tingkat dua.
“ Tempat terindah yang
pernah ku huni selama 16 tahun dan mengukir
sejuta kenangan yang tak mungkin terlupakan sepanjang hayatku” gumam
Rama sambil memandangi rumah mewah itu
Tak terlalu lama ia berdiri
didepan rumah itu, bergegas ia tinggalkan jalanan itu sambil menyarungkan
penutup kepala jaketnya pada kepalanya yang sedari tadi terasa terbakar karena
teriknya panas hari itu.
Setelah lama berjalan,
sampailah ia disebuah pemakaman umum. Sampai dipemakaman hanya dengan berjalan
kaki, tidak terlihat rasa lelah di wajahnya. Dia melayangkan pandangannya jauh,
melihat makam yang ada dibagian samping pemakaman.Rama berjalan pelan sambil
terus menatap dua makam yang berdampingan, lalu ia berdiri diantara kedua makam
tersebut.
“Pa, Ma, sekarang Rama
sendiri. Kenapa Papa dan Mama terlalu cepat pergi meninggalkan Rama? Rama masih
butuh kalian” suara Rama tertahan dan menunduk. ”Sekarang Rama menderita Pa, Ma.
Rama tidak tahu apakah Tuhan tahu apa yang Rama inginkan dan butuhkan sekarang?
Sekarang Rama butuh kasih sayang dan perhatian orang tua. Rama ingin keluarga
yang seperti dulu” Rama terisak dan menunduk.
Rama teringat masa-masa pahit setelah ia ditinggalkan kedua orang
tuanya.
***
Masa saat menuntut ilmu
disekolah favorit dikotanya itu, masa setelah ia jatuh miskin.
Rama yang duduk di bangku taman didepan kelasnya sedang
bersedih karena semua yang ia miliki telah direnggut darinya. Duduk dengan gaya
kerennya, ia memandangi langit sambil menyender dibangku taman.
Saat itu teman-temanya
datang menghampiri Rama. Bukannya menghibur, teman-temannya yang datang malah
mencemoohnya. Mereka menjadikan Rama sebagai bahan tertawaan, tidak seperti
saat Rama kaya dulu. Dua orang yang dianggap sahabatnya, sekarang malah mencaci
dan menghinanya.
“ Woi Ram, seharusnya kamu
sadar dong, siapa kamu sebenarnya. Kamu tidak pantas sekolah disini. Mana lagi
uang buat bayar biaya sekolahmu? Mana uang donator dari Papa mu yang hasil korupsi
itu? Hahaha… Ya tidak woi ? “ ujar Rio
menghina dengan gaya tangan dilipat di dada.
“Hahaha…Benar tuh, orang
yang berasal dari keluarga yang tidak bermoral seperti dia ini pantasnya
sekolah di penjara ” cemooh Randi sambil menaikkan bahu dan menyeringai.
Rama tidak dapat melawan, karena dia sendirian dan tidak berteman. Dia
hanya diam dan memandangi wajah para munafik itu dengan tatapan pasrah. Itu
semua membuatnya berhenti sekolah dan
bergaul dengan siapapun yang ada hubungannya dengan sekolah itu.
***
Waktu berlalu begitu cepat, hingga Rama beranjak dan segera kembali
ke tempat ia tinggal. Dalam perjalanan pulang dari pemakaman umum, Rama melihat
seekor anak kucing berada ditengah jalan raya yang sepi. Rama mencoba mengambilnya,
namun kucing itu lari keseberang jalan dan mendatangi induknya. Dengan senyum
sinisnya, ia berpikir tentang kuasa tuhan yang pernah ada.
“ Aku takkan percaya
sebelum aku melihat sendiri keajaiban itu didepan mataku sendiri. Tongkat yang
bisa membelah lautan, orang buta yang disembuhkan hingga bisa melihat lagi
tanpa operasi, bahkan orang yang bisa berbicara dengan binatang” gumam Rama
dengan penuh penasaran.
Rama terdiam melihatnya. Dengan
posisi berdiri ditengah jalan, ia termenung melihat anak kucing itu dimanja
induknya yang terlihat sangat sayang padanya.
“ Sekarang Kau tunjukkan
kuasamu yang tidak adil dalam mengatur hidupku” gumamnya lagi dengan penuh
kesal.Rama menunduk dan menyesali kesempatan hidup yang ia miliki.
“ Tuhan, mengapa kau tak
adil padaku? Mengapa? Mengapa engkau ambil ayah dan ibuku, kau ambil
kehidupanku, kau ambil semua dariku. Tapi mengapa tak Kau renggut nyawaku saat
mereka Kau panggil?” teriak Rama ditengah jalan.
Rama yang sedang dalam masa yang sulit, meneriakkan semua yang
dirasakannya sambil menengadahkan kepala kearah langit dan membuka tangannya
lebar-lebar. Tiba-tiba…
“Tiiittt…”
Sebuah mobil besar
melintas ditengah jalan, tepat lurus dengan arah Rama berdiri. Rama yang
menyadari hal itu menutup matanya
pasrah.
“Hei, buka matamu” bentak
pria pengemudi mobil itu
Perlahan Rama membuka
matanya dan melihat seorang lelaki yang sedang memandanginya yang terbaring ditrotoar.
“Kau ingin mati? Apa nyawamu bisa dibeli? Apa uangmu terlalu
banyak untuk menjalani hidupmu?” maki pria itu dengan geram.
Rama duduk ditrotoar.
“ Tuhan, apa Kau tunjukkan
lagi kuasa-Mu untukku, agar aku bisa mati pada waktunya?” ujar Rama pelan
“Hah? Apa lagi yang kau
katakan? Kau diberi kesempatan untuk memiliki kehidupan yang baik, tapi kau
malah ingin mati” maki pria itu lagi sambil menunjuk-nunjuk kearah Rama dan
alis yang tegang serta jidat yang berkerut.
“ Apakah ini kesempatan
kedua, Tuhan?” ujar Rama pelan dengan wajah tanpa ekspresi.
0 komentar:
Posting Komentar