Imam
Bukhary, Kokoh Di Tengah Kritik dan Hujatan
(Khazanah
Islam Trans 7)
Imam al-Bukhari dilahirkan pada 13 Syawal 194
Hijrah di Bukhara, di bahagian timur negeri Uzbekistan. Nama lengkapnya
Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Al-Mughirah bin Bardizbah.
Perhatiannya kepada ilmu hadis yang sulit dan
rumit itu sudah tumbuh sejak usia 10 tahun, hingga dalam usia 16 tahun beliau
sudah hafal dan menguasai buku-buku seperti al-Mubarak dan al-Waki.
Bukhari diakui terlahir sebagai sosok yang
memiliki daya hapal tinggi. Imam al-Dzahabi dalam Siyar a’lam Nubala’ mencatat
bahwa Imam al-Bukhari menghafal seratus ribu hadis shahih, hafal dua ratus ribu
hadis yang tidak shahih. Setiap hadis yang beliau hafal, disertai hafalan sanad
(rangkaian perawi-perawi)-nya.
Di tengah kepakarannya dalam bidang hadis,
al-Bukhari tak luput dari para pengkritik. Robert Morey, sarjana teologia, yang
pernah menulis buku menghujat Islam Islamic Invasion, termasuk di antara
pengkritiknya. Ia menyerang hadis secara keseluruhan. Hadis dianggap sebagai
buku karangan biasa Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam. Ia mendistorsi
makna hadis-hadis yang dibenturkan sehingga tampak hasil inspirasi subjektif
Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi wa sallam yang diwarnai sifat-sifat tidak baik,
seperti perbudakan, jihad, dan kehidupan pribadi Nabi Muhammad Shallahu ‘alaihi
wa sallam terutama dengan istri-istri beliau.
Ignaz Golziher, orientalis asal Hungaria,
salah satu sarjana Barat yang menggugat keabsahan hadis-hadis Imam Bukhari.
Menurutnya, metode penelitian hadis yang dilakukan Imam Bukhari dan ulama’
salaf lemah. Alasannya, Imam Bukhari lebih banyak menggunakan metode Kritik
Sanad, dan kurang menggunakan metode Kritik Matan. Ia menawarkan metode Kritik
Matan saja.
Golongan Syi’ah, termasuk kelompok
pengkiritik. Mereka banyak mendiskualifikasi hadis Bukhari, karena tidak
diriwayatkan oleh Ahlul Bait. Syi’ah menerapkan standar ganda dalam menerima
hadis. Mereka menerima hadis-hadis yang tidak bertentangan dengan ajaran mereka
dan hanya menerima hadis riwayat Ahlul Bait.
Bahkan pengertian hadis menurut Syi’ah berbeda
dengan hadis menurut Ahlus Sunnah. Hadis, menurut Syi’ah adalah segala ucapan
para Imam yang dua belas. Akibat metode yang mereka terapkan, maka sangat
sedikit hadis Bukhari yang mereka terima. Metodologi yang digunakan Syi’ah ini
tidak dikenal oleh para Ulama’ dan tidak teruji validitasnya.
Sementara kalangan liberal mengkritik dengan
alasan bahwa al-Bukhari adalah seorang manusia biasa yang dimungkinkan untuk
melakukan kesalahan. Yang perlu ditanyakan dalam masalah ini adalah sudah
terbuktikah – secara ilmiah – al-Bukhari melakukan kesalahan sehingga beliau
memasukkan hadis dhaif dalam kitabnya? Tuduhan ini hingga kini belum terbukti
dan diakui pakar hadis. Serangan ini seperti hujatan Robert Morey yang hanya
berlandaskan asumsi dan tafsir kebencian bukan bukti.
Adalah benar, Imam al-Bukhari adalah manusia
biasa, tetapi kepakarannya, ketelitian dan keunggulan metodologinya telah
meyakinkan para kritikus hadis dan ulama ahli hadis bahwa kitab al-Jami’
al-Shahih tidak diragukan lagi keshahihannya. Al-Bukhari sangat ketat dan
hati-hati ketika menulis hadis.
Imam al-Bukhari pernah ditanya oleh Muhamad
bin Abu Hatim Al Warraaq, “Apakah engkau hafal sanad dan matan setiap hadits
yang engkau masukkan ke dalam kitab yang engkau susun (maksudnya: kitab Shahih
Bukhari)?” Beliau menjawab, ”Semua hadits yang saya masukkan ke dalam kitab
yang saya susun itu sedikitpun tidak ada yang samar bagi saya”.
Allah telah menganugerahkan kepada Imam
al-Bukhari berupa reputasi di bidang hadis telah mencapai puncaknya. Tidak mengherankan
jika para ulama dan para imam yang hidup sezaman dengannya memberikan pujian
(rekomendasi) terhadap beliau. Bukan karena mereka fanatik, tapi mengakui
kepakarannya yang tak tertandingi.
0 komentar:
Posting Komentar