Ketika
Sang Dosen Harus Dicerdaskan
(Khazanah
Islam Trans 7)
Mungkin ini cerita lama yang bagi sebagian
orang sudah 'Basi'. Namun dengan melihat perkembangan Islam Liberal di
Indonesia yang semakin menjadi-jadi, sudah selayaknya sebagai umat Islam kita
menyebarkan kembali 'cerita' ini.
Seorang dosen di sebuah kelas berkata, “Saya
bingung. Banyak Umat Islam di seluruh dunia lebay. Kenapa harus protes dan demo
besar-besaran cuma karena tentara amerika menginjak, meludahi dan mengencingi
Al-Quran? Wong yang dibakar kan cuma kertas, cuma media tempat Quran ditulis saja
kok. Yang Qurannya kan ada di LauhMahfuzh. Dasar ndeso. Saya kira banyak muslim
yang mesti dicerdaskan.”
Meskipun pongah, namun banyak mahasiswa yang
setuju dengan pendapat dosen liberal ini.
Tak lama sebuah langkah kaki memecah kesunyian
kelas. Seorang mahasiswa mendekati dosen itu kemudian mengambil diktat kuliah
si dosen, dan membaca sedikit sambil sesekali menatap tajam si dosen. Kelas
makin hening, para mahasiswa tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Wah, saya sangat terkesan dengan hasil
analisis bapak yang ada di sini,” ujarnya-sambil membolak balik halaman diktat
tersebut.
“Hhuuhhh…” semua orang di kelas itu lega
karena mengira ada yang tidak beres.
Namun Tiba-tiba sang mahasiswa meludahi,
menghempaskan dan kemudian menginjak-injak- diktat dosen tersebut.
Kelas menjadi heboh.
Semua orang kaget, tak terkecual sang dosen.
“Kamu? Berani melecehkan saya? Kamu tahu apa
yang kamu lakukan? Kamu menghina karya ilmiah hasil pemikiran saya? Lancang
kamu ya?” hardik si dosen.
Si dosen melayangkan tangannya ke arah kepala
sang mahasiswa, namun dengan cekatan, mahasiwa itu menangkis dan menangkap
tangan si dosen.
“Marah ya, Pak? Saya kan cuma menginjak
kertas. Ilmu dan pikiran yang Bapak punya kan ada di kepala Bapak. Ngapain
Bapak marah kalau yang saya injak cuma media buku? Wong yang saya injak bukan
kepala Bapak. Kayaknya Bapak yang perlu dicerdaskan ya?” ujar si mahasiswa.
Si dosen merapikan pakaiannya dan segera
meninggalkan kelas dengan perasaan malu.
0 komentar:
Posting Komentar