KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI
(Harun Yahya)
BAB 13 (Bagian A)
PERNYATAAN-PERNYATAAN EVOLUSIONIS DAN FAKTA
Pada bab-bab
sebelumnya telah dikaji ketidakabsahan teori evolusi berdasarkan bukti-bukti
fosil dan acuan biologi molekuler. Dalam bab ini, kita akan membahas beberapa
fenomena dan konsep biologi yang diajukan evolusionis sebagai bukti teoretis.
Topik-topik ini penting karena menunjukkan ketiadaan temuan ilmiah yang
mendukung evolusi, sebaliknya justru menyingkap betapa jauh penyimpangan dan
penipuan yang dilakukan evolusionis.
VARIASI DAN SPESIES
Variasi,
istilah yang digunakan dalam ilmu genetika, merujuk pada peristiwa genetis yang
menyebabkan individu atau kelompok spesies tertentu memiliki karakteristik
berbeda satu sama lain. Sebagai contoh, pada dasarnya semua orang di bumi
membawa informasi genetis sama. Namun ada yang bermata sipit, berambut merah,
berhidung mancung, atau ber-tubuh pendek, tergantung pada potensi variasi
informasi genetisnya.
Evolusionis
menyebut variasi dalam suatu spesies sebagai bukti kebenaran teorinya. Namun,
variasi bukanlah bukti evolusi, karena variasi hanya hasil aneka kombinasi
informasi genetis yang sudah ada, dan tidak menambahkan karakteristik baru pada
informasi genetis.
Variasi
selalu terjadi dalam batasan informasi genetis yang ada. Dalam ilmu genetika,
batas-batas ini disebut "kelompok gen" (gene pool). Variasi
menyebabkan semua karakteristik yang ada di dalam kelompok gen suatu spesies
bisa muncul dengan beragam cara. Misalnya pada suatu spesies reptil, variasi
menyebabkan kemunculan varietas yang relatif berekor panjang atau berkaki
pendek, karena baik informasi tentang kaki pendek maupun panjang terdapat dalam
kantung gen. Namun, variasi tidak mengubah reptil menjadi burung dengan
menambahkan sayap atau bulu-bulu, atau dengan mengubah metabolisme mereka.
Perubahan demikian memerlukan penambahan informasi genetis pada makhluk hidup,
yang tidak mungkin terjadi dalam variasi.
Darwin tidak
mengetahui fakta ini ketika merumuskan teorinya. Ia mengira tidak ada batas
dalam variasi. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya pada tahun 1844, ia
menyatakan: "Banyak ahli yang menganggap bahwa ada batas dalam variasi
di alam, namun saya belum menemukan satu bukti pun yang melandasi keyakinan
ini".1
Dalam The
Origin of Species, ia menyebutkan beragam contoh variasi sebagai bukti
terpenting bagi teorinya. Misalnya, menurut Darwin, para peternak yang
mengawinkan beragam varietas sapi untuk menghasilkan varietas baru yang
menghasilkan susu lebih banyak, akhirnya akan mengubah ternak itu menjadi
spesies berbeda. Gagasan Darwin tentang "variasi tanpa batas" jelas
terungkap dalam kalimat dari The Origin of Species:
Saya tidak
melihat kesulitan bagi suatu ras beruang, melalui seleksi alam, menjadi semakin
terbiasa dengan lingkungan akuatis, dengan mulut semakin lebar, sampai akhirnya
menjadi makhluk sebesar paus.2
APAKAH
IKAN PAUS BEREVOLUSI DARI BERUANG?
Dalam
buku The Origin of Species, Darwin menyatakan bahwa paus berevolusi dari beruang
yang berusaha berenang! Darwin telah keliru menganggap bahwa kemungkinan
variasi dalam spesies tidak terbatas. Ilmu pengetahuan abad ke-20 telah
menunjukkan bahwa skenario evolusi ini hanya khayalan.
Darwin
mengemukakan contoh yang berlebihan ini karena pemahaman yang primitif akan
ilmu pengetahuan di zamannya. Pada abad ke-20, ilmu pengetahuan telah
menetapkan prinsip "stabilitas genetis" (homeostasis genetis)
berdasarkan hasil-hasil eksperimen yang dilakukan pada makhluk-makhluk hidup.
Prinsip ini menyatakan bahwa semua usaha pengawinan untuk menghasilkan
variasi-variasi baru tidak meyakinkan, dan ada batasan-batasan ketat di
antara spesies-spesies makhluk hidup yang berbeda. Artinya, sangat mustahil
para peternak dapat mengubah sapi menjadi spesies berbeda dengan cara
mengawinkan varietas-varietasnya, seperti dinyatakan Darwin.
Norman
Macbeth membantah Darwinisme dalam bukunya Darwin Retried:
Inti
masalahnya adalah, kalaupun benar makhluk hidup dapat bervariasi tan-pa
batas... Spesies-spesies selalu stabil. Kita semua pernah mendengar
bagaimana peternak dan hortikulturis yang sudah berusaha sedemikian keras
menjadi kecewa mendapati hewan atau tumbuhan yang mereka kembangkan kembali ke
varietas asal. Sekalipun usaha keras dilakukan selama dua atau tiga abad, tidak
mungkin dihasilkan mawar biru atau tulip hitam.3
Luther
Burbank*) yang dianggap sebagai hortikulturis paling berhasil, mengungkap fakta
ini saat mengatakan "ada batas-batas dalam pengembangan yang mungkin
terjadi, dan batas-batas ini mengikuti suatu aturan".4 Tentang hal ini,
ilmuwan Denmark, W.L. Johannsen berkomentar:
Variasi-variasi
yang menjadi titik tekan Darwin dan Wallace tidak dapat dipaksakan melampaui
tahap tertentu. Variabilitas seperti ini tidak me-miliki rahasia 'perubahan
tanpa batas'.5
PERNYATAAN EVOLUSI TENTANG RESISTENSI ANTIBIOTIS DAN KEKEBALAN
Evolusionis
mengajukan resistensi bakteri terhadap antibiotik dan kekebalan beberapa jenis
serangga terhadap DDT sebagai bukti evolusi. Mereka menyatakan ini sebagai
contoh resistensi dan kekebalan yang diperoleh akibat mutasi pada makhluk hidup
akibat bahan-bahan kimia tersebut.
Resistensi
dan kekebalan yang muncul pada bakteri dan serangga ini bukan sifat yang
diperoleh akibat mutasi. Sebagian varietas dari makhluk hidup ini memiliki
karakteristik tersebut sebelum seluruh populasinya terkena antibiotik atau DDT.
Meski merupakan jurnal evolusionis, Scientific American mengakui hal ini dalam
edisi Maret 1998:
Banyak
bakteri yang memiliki gen-gen resistensi, bahkan sebelum antibiotik komersial
digunakan. Para ilmuwan tidak tahu pasti mengapa gen-gen ini berkembang dan
dipertahankan.6
Tampaknya,
informasi genetis yang mengandung resistensi dan sudah ada sebelum penggunaan
antibiotik ini tidak dapat dijelaskan oleh evolusionis. Ini membuktikan
kekeliruan teori mereka.
Fakta bahwa
bakteri resisten ini sudah ada bertahun-tahun sebelum penemuan antibiotik,
diungkapkan dalam Medical Tribune, sebuah terbitan ilmiah terkemuka, pada edisi
29 Desember 1998. Di situ diulas sebuah kejadian menarik: dalam sebuah
penelitian tahun 1986, ditemukan beberapa mayat yang terawetkan dalam es.
Mereka adalah pelaut yang sebelum-nya sakit dan meninggal ketika melakukan
ekspedisi kutub pada tahun 1845. Pada mayat-mayat tersebut ditemukan
jenis-jenis bakteri yang umum didapati pada abad ke-19. Ketika diuji, para
peneliti terkejut karena bakteri-bakteri ini resisten terhadap beragam
antibiotik modern yang baru dikembangkan pada abad ke-20.7
Adanya
resistensi semacam ini pada banyak populasi bakteri sebelum penisilin ditemukan
merupakan fakta yang diketahui luas dalam lingkungan medis. Karenanya,
mendalilkan resistensi bakteri sebagai perkembangan evolusi adalah bentuk
penipuan. Lalu, bagaimana terjadinya proses "bakteri memperoleh
kekebalan"?
RESISTENSI BAKTERI TERHADAP ANTIBIOTIK
Dalam satu
jenis bakteri terdapat variasi yang sangat beragam. Beberapa memiliki informasi
genetis untuk resisten terhadap obat-obatan, bahan kimia atau zat-zat lain.
Jika sekelompok bakteri terkena obat tertentu, yang tidak resisten terhadap
obat tersebut akan mati, sedangkan yang resisten akan tetap hidup dan memiliki
kesempatan berkembang biak. Bakteri tidak resisten selanjutnya akan musnah dari
populasi dan digantikan oleh bakteri resisten, yang lalu berkembang pesat.
Akhirnya koloni bakteri yang tertinggal hanya terdiri dari individu-individu
resisten terhadap antibiotik tersebut. Sejak itu pula, antibiotik tersebut
menjadi tidak efektif lagi terhadap bakteri jenis ini. Hal penting yang harus
diingat adalah bah-wa bakteri tersebut masih bakteri yang sama dan begitu pula
spesiesnya.
Penting untuk
dicatat, bertentangan dengan pernyataan evolusionis, tidak terjadi proses
evolusi pada bakteri tersebut. Antibiotik tidak menyebabkan bakteri tidak
resisten bermutasi dan berubah menjadi jenis bakteri resisten, dan karenanya
memperoleh informasi genetis baru. Yang terjadi hanya kepunahan variasi bakteri
tidak resisten pada sebuah populasi yang terdiri dari variasi bakteri resisten
dan tidak resisten, yang hidup bersama sejak awal. Ini tidak menandai
kemunculan spesies bakteri baru. Ini bukan "evolusi". Sebaliknya,
satu variasi atau lebih menjadi punah, menyebabkan hilangnya sebagian informasi
genetis; sebuah proses kebalikan dari evolusi.
KEKEBALAN SERANGGA TERHADAP DDT
Persoalan
lain yang didistorsi evolusionis dan diajukan sebagai bukti evolusi adalah
kekebalan terhadap DDT yang tampaknya "diperoleh" serangga. Kekebalan
ini berkembang seperti resistensi bakteri terhadap antibiotik. Kekebalan
serangga terhadap DDT sama sekali tidak dapat dikatakan "diperoleh"
oleh individu-individu di dalam populasi. Beberapa serangga telah kebal
terhadap DDT. Setelah DDT ditemukan, serangga yang tidak memiliki kekebalan
bawaan dan terkena zat kimia ini akan punah dari populasinya. Sejalan dengan
waktu, serangga kebal yang sebelumnya sedikit menjadi bertambah banyak.
Akhirnya, seluruh spesies tersebut menjadi populasi dengan anggota-anggota
kebal terhadap DDT. Ketika ini terjadi, DDT menjadi tidak efektif lagi terhadap
spesies serangga tersebut. Untuk menyesatkan, fenomena ini biasa dirujuk
sebagai "perolehan kekebalan serangga terhadap DDT".
Ahli biologi
evolusionis, Francisco Ayala, mengakui fakta ini dengan mengatakan,
"Varian-varian genetis yang dibutuhkan agar resisten terhadap jenis pestisida
yang sangat beraneka tampaknya telah ada pada setiap anggota populasi yang
terkena senyawa buatan manusia ini".8
Karena
menyadari bahwa kebanyakan orang tidak berkesempatan mempelajari atau melakukan
riset mikrobiologi, evolusionis membuat kebohongan terang-terangan berkaitan
dengan resistensi dan kekebalan. Mereka sering mengemukakan contoh-contoh tadi
sebagai bukti penting bagi evolusi. Kini sudah jelas bahwa resistensi bakteri
terhadap antibiotik dan kekebalan serangga terhadap DDT tidak memberikan bukti
apa pun bagi evolusi. Yang justru terungkap adalah contoh nyata penyimpangan
dan kebohongan yang dilakukan evolusionis untuk membenarkan teori mereka.
KEKELIRUAN TENTANG ORGAN-ORGAN PENINGGALAN
Sejak lama,
konsep "organ vestigial"*) atau "organ peninggalan" sering
muncul dalam literatur evolusionis sebagai "bukti" evolusi. Pada
akhirnya konsep ini diam-diam tidak digunakan lagi ketika terbukti tidak absah.
Namun beberapa evolusionis masih meyakininya dan kadang-kadang masih ada saja
yang mencoba mengajukannya sebagai bukti penting evolusi.
Gagasan
"organ peninggalan" pertama kali dikemukakan seabad lalu. Menurut
evolusionis, di dalam tubuh beberapa jenis makhluk hidup terdapat sejumlah
organ-organ tubuh yang tidak fungsional. Organ-organ ini diwarisi dari nenek
moyang mereka dan perlahan-lahan menjadi peninggalan karena tidak digunakan.
Semua asumsi
ini sangat tidak ilmiah dan hanya berlandaskan pada pengetahuan yang tidak
memadai. "Organ-organ tidak fungsional" ini pada kenyataannya
adalah organ-organ yang "fungsinya belum diketahui". Ini
ditunjukkan dengan berkurangnya organ peninggalan sedikit demi sedikit tetapi
pasti dari daftar panjang evolusionis. Seorang evolusionis bernama S.R.
Scadding, dalam tulisannya untuk majalah Evolutionary Theory yang berjudul
"Can Vestigial Organs Constitute Evidence for Evolution?"
("Dapatkan Organ Peninggalan Menjadi Bukti Evolusi?"), menyetujui
fakta ini:
Karena tidak
mungkin mengidentifikasi secara pasti struktur-struktur tidak berguna, dan
karena struktur argumen yang digunakan tidak absah secara keilmuan, saya
menyimpulkan bahwa "organ-organ peninggalan" tidak memberikan bukti
khusus bagi teori evolusi.9
Daftar organ
peninggalan yang dibuat ahli anatomi Jerman R. Wiedersheim pada tahun 1895
terdiri dari sekitar 100 organ, termasuk usus buntu dan tulang ekor. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan, ternyata semua organ dalam daftar ini diketahui
berfungsi penting dalam tubuh. Misalnya, usus buntu yang semula dianggap
sebagai organ peninggalan ternyata merupakan organ limfoid *) yang memerangi
infeksi dalam tubuh. Fakta ini menjadi jelas pada tahun 1997: "Organ-organ
dan jaringan tubuh lainnya - kelenjar timus, hati, limpa, usus buntu, sumsum
tulang, sejumlah jaringan limfatis seperti amandel dan lempeng Peyer pada usus
kecil - juga merupakan bagian dari sistem limfatis. Semuanya membantu tubuh
memerangi infeksi."10
Ditemukan
bahwa amandel, yang juga digolongkan organ peninggalan, berperan penting
dalam melindungi kerongkongan dari infeksi, khususnya sampai usia dewasa. Tulang
ekor pada bagian bawah tulang belakang ternyata menyokong tulang-tulang di
sekitar panggul dan merupakan titik temu dari beberapa otot kecil. Tahun-tahun
berikutnya diketahui bahwa kelenjar timus memicu sistem kekebalan tubuh
dengan mengaktifkan sel-sel T; kelenjar pineal berperan dalam sekresi
beberapa hormon penting; kelenjar gondok menunjang pertumbuhan yang baik
pada bayi dan anak-anak; dan kelenjar pituitari mengendalikan banyak
kelenjar-kelenjar hormon agar berfungsi dengan benar. Sebelumnya, semua organ
ini dianggap sebagai "organ peninggalan". Lipatan cekung di ujung
mata yang diajukan Darwin sebagai organ peninggalan ternyata berperan
membersihkan dan melumasi bola mata.
Semua
contoh organ peninggalan telah dibuktikan ketidakbenarannya. Misalnya, lipatan
cekung di ujung mata yang disebut sebagai struktur peninggalan dalam buku
Origins, sekarang terbukti berfungsi melumasi bola mata. Di zaman Darwin,
fungsi ini tidak diketahui.
Ada kesalahan
logika yang sangat penting dalam pernyataan evolusionis tentang organ
peninggalan. Evolusionis menyatakan bahwa organ-organ peninggalan suatu
individu diwarisi dari nenek moyangnya. Namun, beberapa organ yang disebut
sebagai "peninggalan" tidak ditemui pada spesies hidup yang dinyatakan
sebagai nenek moyang manusia! Contoh-nya, usus buntu tidak dimiliki beberapa
spesies kera yang disebut sebagai nenek moyang manusia. Ahli biologi terkenal,
H. Enoch, penentang teori organ peninggalan, menyatakan kesalahan logika ini
sebagai berikut:
Kera memiliki
usus buntu, sedangkan kerabat terdekat di bawahnya tidak; usus buntu ini muncul
lagi pada hewan mamalia lain yaitu opossum. Bagaimana evolusionis dapat
menjelaskan kenyataan ini?11
Singkatnya,
skenario organ peninggalan yang dikemukakan evolusionis mengandung sejumlah
cacat logika serius dan secara ilmiah telah terbukti keliru. Dalam tubuh
manusia tidak ada organ peninggalan yang diwariskan karena manusia tidak
berevolusi dari makhluk lain secara kebetulan. Manusia diciptakan dalam bentuknya
seperti sekarang, lengkap dan sempurna.
(Bersambung Ke
Bagian B)
Sumber: www.harunyahya.com
0 komentar:
Posting Komentar