Rabu, 08 Oktober 2014

KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI - BAB 9 (Bagian C)


KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI
(Harun Yahya)

BAB 9 (Bagian C)

SEJARAH RAHASIA HOMO SAPIENS

Fakta paling menarik dan penting yang menggugurkan landasan utama silsilah imajiner teori evolusi ini adalah sejarah manusia modern, yang ternyata cukup tua. Data paleoantropologi mengungkapkan bahwa orang-orang Homo sapiens yang persis sama dengan kita, telah hidup pada satu juta tahun lalu.

Orang yang menemukan bukti pertama dalam hal ini adalah Louis Leakey, seorang ahli paleoantropologi evolusionis. Pada ta-hun 1932, di daerah Kanjera sekitar Danau Victoria di Kenya, Leakey menemukan be-berapa fosil yang berasal dari zaman Pleistosin Tengah. Fosil itu ternyata tidak berbeda dengan manusia modern. Akan tetapi, zaman Pleistosin Tengah berarti satu juta tahun lalu. 21 Karena penemuan ini membalikkan silsilah keturunan evolusi, sejumlah ahli paleoantropologi evolusionis tidak mau mengakuinya. Namun Leakey selalu bertahan bahwa perkiraannya benar.

Description: 124
Salah satu literatur berkala evolusionis, Discover, menampilkan wajah manusia berusia 800.000 tahun pada sampul depan dengan pertanyaan evolusionis "Inikah wajah masa lampau kita?".

Ketika kontroversi ini hampir terlupakan, sebuah fosil ditemukan di Spanyol pada tahun 1995 dan dengan sangat gamblang menunjukkan bahwa sejarah Homo sapiens ternyata jauh lebih tua dari yang diperkirakan. Fosil tersebut ditemukan di sebuah gua bernama Gran Dolina di wilayah Atapuerca di Spanyol oleh tiga orang ahli paleoantropologi Spanyol dari Universitas Madrid. Fosil tersebut adalah wajah anak laki-laki berusia 11 tahun yang sepenuhnya tampak seperti manusia modern. Padahal, fosil tersebut telah berusia 800.000 tahun sejak ia meninggal. Majalah Discover memuat rincian kisah ini pada Desember 1997.

Fosil tersebut bahkan menggoyahkan keyakinan Ferreras, yang memimpin penggalian Gran Dolina. Ia berujar:

Kami mengharapkan sesuatu yang signifikan, sesuatu yang besar, sesuatu yang bombastis..., sesuatu yang "primitif". Harapan kami terhadap seorang anak berusia 800.000 tahun adalah sesuatu seperti Anak Lelaki Turkana. Dan apa yang ka-mi temukan adalah wajah yang sama sekali modern.... Bagi saya hal ini sangat spektakuler... sesuatu yang mengguncangkan. Menemukan sesuatu yang sama sekali tidak diharapkan seperti itu.... Bukan tentang masalah menemukan fosil; menemukan fosil bisa juga mengejutkan, dan tidak jadi masalah. Namun hal yang paling spektakuler adalah menemukan sesuatu yang Anda kira berasal dari zaman sekarang, di masa lam-pau. Sama halnya dengan menemukan sesuatu seperti... seperti tape recorder di Gran Dolina. Itu akan sangat mengejutkan. Kami tidak mengharapkan ada kaset dan tape recorder pada zaman Pleistosin Awal. Menemukan wajah modern begitu pula. Kami sangat terkejut melihatnya.22

Fosil tersebut menegaskan fakta bahwa sejarah Homo sapiens harus ditarik ke belakang hingga 800 ribu tahun lalu. Setelah pulih dari keterkejutannya, evolusionis yang menemukan fosil tersebut memutuskan bahwa fosil ini berasal dari spesies yang berbeda, sebab menurut silsilah keturunan evolusi, tidak ada Homo sapiens yang pernah hidup 800 ribu tahun lalu. Jadi, mereka mengarang sebuah spesies baru bernama "Homo antecessor" dan memasukkan tengkorak Atapuerca ke dalam kelompok ini.

SEBUAH PONDOK BERUSIA 1,7 JUTA TAHUN

Telah banyak temuan yang menunjukkan bahwa usia Homo sapiens bahkan lebih awal dari 800 ribu tahun. Satu di antaranya adalah penemuan Louis Leakey di awal tahun 1970-an di Celah Olduvai. Di tempat ini, di lapisan Bed II, Leakey menemukan bahwa spesies Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hidup pada masa yang sama. Bahkan yang lebih menarik lagi adalah sebuah bangunan yang juga ditemukan Leakey pada lapisan Bed II. Di sini, Leakey menemukan sisa-sisa pondok batu. Yang tidak biasa dari peristiwa ini adalah bahwa konstruksi ini, yang masih digunakan di sejumlah daerah di Afrika, hanya dapat dibangun oleh Homo sapiens! Jadi, menurut temuan Leakey, Australopithecus, Homo habilis, Homo erectus dan manusia modern tentu hidup pada masa yang sama sekitar 1,7 juta tahun lalu.23 Penemuan ini dengan pasti menggugurkan teori evolusi yang menyatakan bahwa manusia modern berevolusi dari spesies mirip kera seperti Australopithecus.

Description: 125
Temuan pondok berusia 1,7 juta tahun telah mengagetkan kalangan ilmuwan. Pondok ini tampak seperti pondok yang digunakan orang-orang Afrika sekarang

JEJAK KAKI MANUSIA MODERN, BERUSIA 3,6 JUTA TAHUN!

Sejumlah penemuan lain merunut asal usul manusia modern hingga 1,7 juta tahun yang lalu. Salah satu dari temuan penting ini adalah jejak-jejak kaki yang ditemukan di Laetoli, Tanzania oleh Mary Leakey pada tahun 1977. Jejak-jejak kaki ini ditemukan pada lapisan yang menurut perhitungan berusia 3,6 juta tahun. Yang lebih penting lagi, jejak-jejak kaki ini tidak berbeda dari jejak kaki manusia modern.

Jejak-jejak kaki yang ditemukan Mary Leakey kemudian dipelajari sejumlah ahli paleoantropologi seperti Don Johanson dan Tim White. Hasilnya sama. White menulis:

Tidak disangsikan lagi.... Jejak-jejak itu serupa dengan jejak kaki manusia modern. Jika jejak itu ditinggalkan di pasir pantai California sekarang, dan seorang anak berusia empat tahun ditanya tentangnya, ia akan langsung menjawab bahwa seseorang telah berjalan di sana. Ia tidak akan dapat membedakannya dengan seratus jejak kaki lain di pantai, begitu pula Anda.24

Setelah meneliti jejak tersebut, Louis Robbins dari Universitas North California berkomentar sebagai berikut:

Lengkungannya agak tinggi - manusia yang lebih kecil memiliki lengkungan lebih tinggi daripada yang saya miliki - dan jempol kakinya besar dan sejajar dengan jari kaki sebelahnya.... Jari-jari kaki menekan tanah seperti jari-jari kaki manusia. Anda tidak akan mendapati ini pada hewan.25

Pengujian-pengujian morfologis tetap menunjukkan bahwa jejak-jejak kaki tersebut harus diakui berasal dari manusia, lebih jauh lagi, manusia modern (Homo sapiens). Russell Tuttle yang mempelajari ini menulis:

Jejak-jejak ini mungkin berasal dari seorang Homo sapiens kecil yang bertelanjang kaki... Dari semua ciri morfologi yang teramati, kaki individu yang membuat jejak tersebut tidak berbeda dengan kaki manusia modern.26

Penelitian yang jujur tentang jejak-jejak kaki tersebut mengungkapkan pemilik sebenarnya. Pada kenyataan, jejak-jejak kaki ini terdiri dari 20 jejak dari seorang manusia modern berusia 10 tahun yang membatu dan 27 jejak kaki dari seorang yang lebih muda. Mereka benar-benar manusia modern seperti kita.

Situasi ini menjadikan jejak kaki Laetoli sebagai topik diskusi selama bertahun-tahun. Para pakar paleoantropologi evolusionis berupaya keras memikirkan sebuah penjelasan karena sulit bagi mereka menerima kenyataan bahwa manusia modern telah berjalan di muka bumi 3,6 juta tahun lalu. Pada tahun 1990-an, "penjelasan" ini mulai terbentuk. Evolusionis memutuskan bahwa jejak kaki ini tentunya ditinggalkan oleh Australopithecus, sebab menurut teori mereka, mustahil spesies homo ada 3,6 juta tahun lalu. Dalam artikelnya pada tahun 1990, Russell H. Tuttle menulis sebagai berikut

Singkatnya, jejak kaki berusia 3,5 juta tahun di situs G Laetoli menyerupai jejak manusia modern yang biasa bertelanjang kaki. Tidak ada ciri-ciri yang menunjukkan bahwa hominid Laetoli memiliki kemampuan bipedal yang lebih rendah dari kita. Kalau saja jejak pada situs G ini tidak diketahui setua itu, kami akan langsung menyimpulkan bahwa jejak tersebut dibuat oleh anggota genus Homo.... Dalam hal ini, kita harus mengesampingkan asumsi lemah bahwa jejak Laetoli telah dibuat oleh jenis Lucy, yaitu Australopithecus aferensis.27

Dengan kata lain, jejak-jejak berumur 3,6 juta tahun ini tidak mungkin milik Australopithecus. Satu-satunya alasan mengapa jejak-jejak ini dianggap berasal darinya adalah karena jejak tersebut berada pada lapisan vulkanik berumur 3,6 juta tahun. Jejak tersebut dianggap milik Australopithecus dengan asumsi bahwa manusia tidak mungkin telah hidup pada zaman seawal itu.

Penafsiran jejak Laetoli menunjukkan kepada kita suatu realita yang sangat penting. Evolusionis mendukung teorinya tidak dengan mempertimbangkan temuan ilmiah, tetapi justru mengabaikannya. Di sini kita mendapati sebuah teori yang dibela secara membabi bu-ta, dan semua temuan yang bertentangan dengan teori tersebut diabaikan atau diselewengkan demi tujuan mereka.

Singkatnya, teori evolusi bukan ilmu pengetahuan, tetapi dogma yang dijaga agar tetap hidup dengan mengabaikan ilmu pengetahuan.

KEBUNTUAN BIPEDALISME BAGI EVOLUSI

Terlepas dari catatan fosil yang telah kita diskusikan, lebarnya jarak perbedaan anatomis antara manusia dan kera juga menggugurkan cerita rekaan evolusi manusia. Salah satu perbedaan ini berhubungan dengan cara berjalan.

Manusia berjalan tegak dengan kedua kakinya. Suatu cara bergerak yang sangat unik dan tidak didapati pada spesies-spesies lain. Sebagian hewan memang memiliki kemampuan terbatas untuk bergerak sembari berdiri dengan kedua kaki belakangnya. Hewan seperti beruang dan monyet terkadang bergerak seperti ini ketika hendak menggapai makanan, dan hanya selama beberapa saat. Normalnya, kerangka mereka condong ke depan dan mereka berjalan dengan empat kaki.

Lalu kemudian, apakah bipedalisme merupakan hasil evolusi dari cara berjalan monyet yang kuadripedal seperti yang diklaim evolusionis?

Description: 130
Penelitian terakhir mengungkapkan bahwa tidak mungkin bagi kerangka bungkuk kera yang sesuai untuk berjalan kuadripedal berevolusi menjadi kerangka tegak manusia yang sesuai untuk berjalan bipedal.

Tentu saja tidak. Penelitian telah menunjukkan bahwa evolusi bipedalisme tidak pernah dan tidak mungkin terjadi. Pertama, cara berjalan bipedal bukan suatu keuntungan. Cara monyet bergerak lebih mudah, lebih cepat dan lebih efisien daripada cara berjalan bipedal manusia. Manusia tidak dapat meloncat dari satu pohon ke pohon lain tanpa menyentuh tanah seperti simpanse, atau berlari dengan kecepatan 125 km/jam seperti cheetah. Sebaliknya, karena manusia berjalan dengan kedua kakinya, ia bergerak jauh lebih lambat di atas tanah. Untuk alasan yang sama, manusia adalah salah satu spesies yang paling tidak terlindung di alam, jika ditinjau dari gerakan dan pertahanan. Menurut logika evolusi, monyet seharusnya tidak berevolusi mengambil cara berjalan bipedal. Sebaliknya, manusialah yang seharusnya berevolusi menjadi kuadripedal.

Kebuntuan lain dari klaim evolusi adalah bahwa cara berjalan bipedal tidak sesuai dengan model "perkembangan bertahap" Darwinisme. Model ini, yang menjadi dasar evolusi, mengharuskan adanya suatu cara berjalan "gabungan" antara cara berjalan bipedal dan kuadripedal. Tetapi penelitian komputer yang dilakukan Robin Crompton, seorang ahli paleoantropologi Inggris pada tahun 1996 menunjukkan bahwa "gabungan" ini mustahil terjadi. Crompton mencapai kesimpulan berikut ini: Mahluk hidup hanya dapat berjalan tegak, atau dengan keempat kakinya.28 Cara berjalan setengah-setengah antara bipedal dan kuadripedal sangat menguras energi. Itu sebabnya tidak mungkin ada makhluk setengah bipedal.

Jarak yang terlalu jauh antara manusia dan kera tidak hanya meliputi bipedalisme. Masih banyak hal lain yang tidak dapat diterangkan seperti kapasitas tengkorak, kemampuan ber-bicara, dan sebagainya. Elaine Morgan, seorang ahli paleoantropologi evolusionis, mengakuinya:

Empat misteri yang paling membingungkan tentang manusia adalah: 1) me-ngapa mereka berjalan dengan dua kaki? 2) mengapa mereka kehilangan seluruh bulu? 3) mengapa mereka mengembangkan otak yang besar? 4) mengapa mereka belajar berbicara?

Jawaban ortodoks untuk pertanyaan-pertanyaan ini adalah: 1) 'Kita belum tahu'; 2) 'Kita belum tahu'; 3) 'Kita belum tahu'; 4) 'Kita belum tahu'. Daftar pertanyaan bisa bertambah panjang tanpa mengubah kemonotonan jawaban.29

EVOLUSI: KEPERCAYAAN YANG TIDAK ILMIAH

Lord Solly Zuckerman adalah salah seorang peneliti terkemuka dan terhormat di Inggris. Bertahun-tahun ia meneliti catatan fosil dan melakukan banyak penyelidikan secara terperinci. Ia dianugerahi gelar kebangsawanan "Lord" untuk kontribusinya bagi ilmu pengetahuan. Zuckerman adalah seorang evolusionis. Jadi, komentarnya mengenai evolusi tidak dapat dianggap sebagai pernyataan untuk menentang teori evolusi. Setelah bertahun-tahun meneliti fosil yang digunakan dalam skenario evolusi manusia, ia berkesimpulan bahwa silsilah seperti itu tidak ada.

Zuckerman juga menyusun sebuah "spektrum ilmu pengetahuan" yang menarik. Ia membentuk spektrum ilmu pengetahuan dari yang dianggapnya ilmiah hingga tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling "ilmiah" tergantung pada data konkret-adalah bidang kimia dan fisika. Setelah itu biologi, kemudian diikuti ilmu-ilmu sosial. Pada ujung berlawanan, yang dianggap paling tidak "ilmiah", terdapat "extra-sensory perception (ESP)"konsep seperti telepati dan indra keenam-dan terakhir adalah "evolusi manusia". Zuckerman menjelaskan alasannya:

Kita kemudian bergerak dari kebenaran objektif langsung ke bidang-bidang yang dianggap sebagai ilmu biologi, seperti extra sensory perception atau interpretasi sejarah fosil manusia. Dalam bidang-bidang ini, segala sesuatu mungkin terjadi bagi yang percaya, dan orang yang sangat percaya kadang-kadang mampu meyakini sekaligus beberapa hal yang saling kontradiktif.30

Lalu, alasan apa yang membuat banyak ilmuwan berkeras mempertahankan dogma ini? Mengapa mereka berusaha begitu keras mempertahankan teori ini agar tetap hidup, walaupun harus mengalami berbagai konflik dan membuang bukti-bukti yang mereka temukan sendiri?
Satu-satunya jawaban adalah ketakutan mereka akan fakta yang harus mereka hadapi jika teori evolusi ini ditinggalkan. Fakta bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Akan tetapi, mengingat praduga dan filsafat materialistis mereka, penciptaan adalah konsep yang tidak dapat diterima evolusionis.

Untuk alasan ini, mereka menipu diri sendiri serta semua orang di dunia, melalui kerja sama dengan media massa. Jika mereka tidak dapat menemukan fosil yang dibutuhkan, mereka akan "membuatnya" baik dalam bentuk gambar rekaan atau model-model khayalan, dan mencoba memberikan kesan bahwa fosil-fosil yang membuktikan teori evolusi benar-benar ada. Sebagian media massa yang menganut pandangan materialistis juga mencoba menipu masyarakat dan menanamkan kisah evolusi ke alam bawah sadar manusia.

Sekeras apa pun mereka mencoba, kebenaran tetap jelas: manusia muncul bukan melalui proses evolusi tetapi karena telah diciptakan Allah. Karena itu, manusia bertanggung jawab kepada-Nya betapa pun ia tidak ingin menerima tanggung jawab ini.


Referensi :
1. David Pilbeam, "Humans Lose an Early Ancestor", Science, April 1982, S.6- 7.
2. Engin Korur, "Gozlerin ve Kanatlarin Sirri" (The Mystery of the Eyes and the Wings), Bilim ve Teknik, No. 203, Oktober 1984, hlm. 25.
3. Nature, Vol. 382, 1 Agustus 1996, hlm. 401.
4. Carl O. Dunbar, Historical Geology, New York: John Wiley and Sons, 1961, hlm. 310.
5. Holly Smith, American Journal of Physical Antropology, Bd. 94, 1994, S. 307-325 ff.
6. Fred Spoor, Bernard Wood, Frans Zonneveld, "Implication of Early Hominid Labryntine Morphology for Evolution of Human Bipedal Locomotion", Nature, Bd. 369, Juni 23, 1994, S. 645-648 ff.
7. Tim Bromage, New Scientist, Bd. 133, 1992, S. 38-41 ff.
8. J. E. Cronin, N. T. Boaz, C. B. Stringer, Y. Rak, "Tempo and Mode in Hominid Evolution", Nature, Bd. 292, 1981, S. 113-122 ff.
9. C. L. Brace, H. Nelson, N. Korn, M. L. Brace, Atlas of Human Evolution, 2.b. New York: Rinehart and Wilson, 1979
10. Alan Walker, Scientific American, Bd. 239 (2), 1978, S. 54
11. Marvin Lubenow, Bones of Contention, Grand Rapids, Baker, 1992, S. 83.
12. Boyce Rensberger, The Washington Post, November 19, 1984
13.Ybid.
14. Richard Leakey, The Making of Mankind, London: Sphere Books, 1981, S. 62.
15.Marvin Lubenow, Bones of Contention, Grand Rapids, Baker, 1992. S. 136
16. Erik Trinkaus, "Hard Times Among the Neandertals", Natural History, Bd. 87, Dezember 1978, S. 10; R. L. Holloway, "The Neandertal Brain: What Was Primitive", American Journal of Physical Anthropology Supplement, Bd. 12, 1991, S. 94
17.Alan Walker, Science, Bd. 207, 1980, S. 1103
18. A. J. Kelso, Physical Antropology, 1. Aufl., New York: J. B. Lipincott Co., 1970, S. 221; M. D. Leakey, Olduvai Gorge, Bd. 3, Cambridge: Cambridge University Press, 1971, S. 272
19. S. J. Gould, Natural History, Bd. 85, 1976, S. 30
20. Time, November 1996
21. L. S. B. Leakey, The Origin of Homo Sapiens, ed. F. Borde, Paris: UNESCO, 1972, S. 25 ff.; L. S. B. Leakey, By the Evidence, New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1974
22. "Is This The Face of Our Past", Discover, Dezember 1997, S. 97 ff.
23. A. J. Kelso, Physical Anthropology, 1.b., 1970, S. 221; M. D. Leakey, Olduvai Gorge, Bd. 3, Cambridge: Cambridge University Press, 1971, S. 272
24. Donald C. Johanson & M. A. Edey, Lucy: The Beginnings of Humankind, New York: Simon & Schuster, 1981, S. 250
25. Science News, Bd. 115, 1979, S. 196 f.
26. Ian Anderson, New Scientist, Bd. 98, 1983, S. 373
27. Russell H. Tuttle, Natural History, Marz 1990, S. 61 ff.
28. Ruth Henke, "Aufrecht aus den Baumen", Focus, Bd. 39, 1996, S. 178
29.Elaine Morgan, The Scars of Evolution, New York: Oxford University Press, 1994, S. 5
30. Solly Zuckerman, Beyond The Ivory Tower, New York: Toplinger Publications, 1970, S. 19

* * * * *

Sumber: www.harunyahya.com




0 komentar:

Posting Komentar