KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI
(Harun Yahya)
BAB 9 (Bagian C)
SEJARAH RAHASIA HOMO SAPIENS
Fakta paling
menarik dan penting yang menggugurkan landasan utama silsilah imajiner teori
evolusi ini adalah sejarah manusia modern, yang ternyata cukup tua. Data
paleoantropologi mengungkapkan bahwa orang-orang Homo sapiens yang persis sama
dengan kita, telah hidup pada satu juta tahun lalu.
Orang yang
menemukan bukti pertama dalam hal ini adalah Louis Leakey, seorang ahli
paleoantropologi evolusionis. Pada ta-hun 1932, di daerah Kanjera sekitar Danau
Victoria di Kenya, Leakey menemukan be-berapa fosil yang berasal dari zaman
Pleistosin Tengah. Fosil itu ternyata tidak berbeda dengan manusia modern. Akan
tetapi, zaman Pleistosin Tengah berarti satu juta tahun lalu. 21 Karena penemuan ini membalikkan silsilah keturunan
evolusi, sejumlah ahli paleoantropologi evolusionis tidak mau mengakuinya.
Namun Leakey selalu bertahan bahwa perkiraannya benar.
Salah
satu literatur berkala evolusionis, Discover, menampilkan wajah manusia berusia
800.000 tahun pada sampul depan dengan pertanyaan evolusionis "Inikah
wajah masa lampau kita?".
Ketika
kontroversi ini hampir terlupakan, sebuah fosil ditemukan di Spanyol pada tahun
1995 dan dengan sangat gamblang menunjukkan bahwa sejarah Homo sapiens ternyata
jauh lebih tua dari yang diperkirakan. Fosil tersebut ditemukan di sebuah gua
bernama Gran Dolina di wilayah Atapuerca di Spanyol oleh tiga orang ahli
paleoantropologi Spanyol dari Universitas Madrid. Fosil tersebut adalah wajah
anak laki-laki berusia 11 tahun yang sepenuhnya tampak seperti manusia modern.
Padahal, fosil tersebut telah berusia 800.000 tahun sejak ia meninggal. Majalah
Discover memuat rincian kisah ini pada Desember 1997.
Fosil
tersebut bahkan menggoyahkan keyakinan Ferreras, yang memimpin penggalian Gran
Dolina. Ia berujar:
Kami
mengharapkan sesuatu yang signifikan, sesuatu yang besar, sesuatu yang
bombastis..., sesuatu yang "primitif". Harapan kami terhadap seorang
anak berusia 800.000 tahun adalah sesuatu seperti Anak Lelaki Turkana. Dan apa
yang ka-mi temukan adalah wajah yang sama sekali modern.... Bagi saya hal ini
sangat spektakuler... sesuatu yang mengguncangkan. Menemukan sesuatu yang sama
sekali tidak diharapkan seperti itu.... Bukan tentang masalah menemukan fosil;
menemukan fosil bisa juga mengejutkan, dan tidak jadi masalah. Namun hal yang
paling spektakuler adalah menemukan sesuatu yang Anda kira berasal dari zaman
sekarang, di masa lam-pau. Sama halnya dengan menemukan sesuatu seperti...
seperti tape recorder di Gran Dolina. Itu akan sangat mengejutkan. Kami
tidak mengharapkan ada kaset dan tape recorder pada zaman Pleistosin Awal.
Menemukan wajah modern begitu pula. Kami sangat terkejut melihatnya.22
Fosil
tersebut menegaskan fakta bahwa sejarah Homo sapiens harus ditarik ke belakang
hingga 800 ribu tahun lalu. Setelah pulih dari keterkejutannya, evolusionis
yang menemukan fosil tersebut memutuskan bahwa fosil ini berasal dari spesies
yang berbeda, sebab menurut silsilah keturunan evolusi, tidak ada Homo sapiens
yang pernah hidup 800 ribu tahun lalu. Jadi, mereka mengarang sebuah spesies
baru bernama "Homo antecessor" dan memasukkan tengkorak Atapuerca ke
dalam kelompok ini.
SEBUAH PONDOK BERUSIA 1,7 JUTA TAHUN
Telah banyak
temuan yang menunjukkan bahwa usia Homo sapiens bahkan lebih awal dari 800 ribu
tahun. Satu di antaranya adalah penemuan Louis Leakey di awal tahun 1970-an di
Celah Olduvai. Di tempat ini, di lapisan Bed II, Leakey menemukan bahwa spesies
Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hidup pada masa yang sama.
Bahkan yang lebih menarik lagi adalah sebuah bangunan yang juga ditemukan
Leakey pada lapisan Bed II. Di sini, Leakey menemukan sisa-sisa pondok batu.
Yang tidak biasa dari peristiwa ini adalah bahwa konstruksi ini, yang masih
digunakan di sejumlah daerah di Afrika, hanya dapat dibangun oleh Homo sapiens!
Jadi, menurut temuan Leakey, Australopithecus, Homo habilis, Homo erectus dan
manusia modern tentu hidup pada masa yang sama sekitar 1,7 juta tahun lalu.23 Penemuan ini dengan pasti menggugurkan teori
evolusi yang menyatakan bahwa manusia modern berevolusi dari spesies mirip kera
seperti Australopithecus.
Temuan
pondok berusia 1,7 juta tahun telah mengagetkan kalangan ilmuwan. Pondok ini
tampak seperti pondok yang digunakan orang-orang Afrika sekarang
JEJAK KAKI MANUSIA MODERN, BERUSIA 3,6 JUTA TAHUN!
Sejumlah
penemuan lain merunut asal usul manusia modern hingga 1,7 juta tahun yang lalu.
Salah satu dari temuan penting ini adalah jejak-jejak kaki yang ditemukan di
Laetoli, Tanzania oleh Mary Leakey pada tahun 1977. Jejak-jejak kaki ini
ditemukan pada lapisan yang menurut perhitungan berusia 3,6 juta tahun. Yang
lebih penting lagi, jejak-jejak kaki ini tidak berbeda dari jejak kaki manusia
modern.
Jejak-jejak
kaki yang ditemukan Mary Leakey kemudian dipelajari sejumlah ahli
paleoantropologi seperti Don Johanson dan Tim White. Hasilnya sama. White
menulis:
Tidak
disangsikan lagi.... Jejak-jejak itu serupa dengan jejak kaki manusia modern.
Jika jejak itu ditinggalkan di pasir pantai California sekarang, dan seorang
anak berusia empat tahun ditanya tentangnya, ia akan langsung menjawab bahwa
seseorang telah berjalan di sana. Ia tidak akan dapat membedakannya dengan
seratus jejak kaki lain di pantai, begitu pula Anda.24
Setelah
meneliti jejak tersebut, Louis Robbins dari Universitas North California
berkomentar sebagai berikut:
Lengkungannya
agak tinggi - manusia yang lebih kecil memiliki lengkungan lebih tinggi
daripada yang saya miliki - dan jempol kakinya besar dan sejajar dengan jari
kaki sebelahnya.... Jari-jari kaki menekan tanah seperti jari-jari kaki
manusia. Anda tidak akan mendapati ini pada hewan.25
Pengujian-pengujian
morfologis tetap menunjukkan bahwa jejak-jejak kaki tersebut harus diakui
berasal dari manusia, lebih jauh lagi, manusia modern (Homo sapiens). Russell
Tuttle yang mempelajari ini menulis:
Jejak-jejak
ini mungkin berasal dari seorang Homo sapiens kecil yang bertelanjang kaki... Dari semua ciri
morfologi yang teramati, kaki individu yang membuat jejak tersebut tidak
berbeda dengan kaki manusia modern.26
Penelitian
yang jujur tentang jejak-jejak kaki tersebut mengungkapkan pemilik sebenarnya.
Pada kenyataan, jejak-jejak kaki ini terdiri dari 20 jejak dari seorang manusia
modern berusia 10 tahun yang membatu dan 27
jejak kaki dari seorang yang lebih muda. Mereka benar-benar manusia modern
seperti kita.
Situasi ini
menjadikan jejak kaki Laetoli sebagai topik diskusi selama bertahun-tahun. Para
pakar paleoantropologi evolusionis berupaya keras memikirkan sebuah penjelasan
karena sulit bagi mereka menerima kenyataan bahwa manusia modern telah berjalan
di muka bumi 3,6 juta tahun lalu. Pada tahun 1990-an, "penjelasan"
ini mulai terbentuk. Evolusionis memutuskan bahwa jejak kaki ini tentunya
ditinggalkan oleh Australopithecus, sebab menurut teori mereka, mustahil
spesies homo ada 3,6 juta tahun lalu. Dalam artikelnya pada tahun 1990, Russell
H. Tuttle menulis sebagai berikut
Singkatnya,
jejak kaki berusia 3,5 juta tahun di situs G Laetoli menyerupai jejak manusia
modern yang biasa bertelanjang kaki. Tidak ada ciri-ciri yang menunjukkan bahwa
hominid Laetoli memiliki kemampuan bipedal yang lebih rendah dari kita. Kalau
saja jejak pada situs G ini tidak diketahui setua itu, kami akan langsung
menyimpulkan bahwa jejak tersebut dibuat oleh anggota genus Homo.... Dalam hal
ini, kita harus mengesampingkan asumsi lemah bahwa jejak Laetoli telah dibuat
oleh jenis Lucy, yaitu Australopithecus aferensis.27
Dengan kata
lain, jejak-jejak berumur 3,6 juta tahun ini tidak mungkin milik
Australopithecus. Satu-satunya alasan mengapa jejak-jejak ini dianggap berasal
darinya adalah karena jejak tersebut berada pada lapisan vulkanik berumur 3,6
juta tahun. Jejak tersebut dianggap milik Australopithecus dengan asumsi bahwa
manusia tidak mungkin telah hidup pada zaman seawal itu.
Penafsiran
jejak Laetoli menunjukkan kepada kita suatu realita yang sangat penting.
Evolusionis mendukung teorinya tidak dengan mempertimbangkan temuan ilmiah,
tetapi justru mengabaikannya. Di sini kita mendapati sebuah teori yang dibela
secara membabi bu-ta, dan semua temuan yang bertentangan dengan teori tersebut
diabaikan atau diselewengkan demi tujuan mereka.
Singkatnya,
teori evolusi bukan ilmu pengetahuan, tetapi dogma yang dijaga agar tetap hidup
dengan mengabaikan ilmu pengetahuan.
KEBUNTUAN BIPEDALISME BAGI EVOLUSI
Terlepas dari
catatan fosil yang telah kita diskusikan, lebarnya jarak perbedaan anatomis
antara manusia dan kera juga menggugurkan cerita rekaan evolusi manusia. Salah
satu perbedaan ini berhubungan dengan cara berjalan.
Manusia
berjalan tegak dengan kedua kakinya. Suatu cara bergerak yang sangat unik dan
tidak didapati pada spesies-spesies lain. Sebagian hewan memang memiliki
kemampuan terbatas untuk bergerak sembari berdiri dengan kedua kaki
belakangnya. Hewan seperti beruang dan monyet terkadang bergerak seperti ini
ketika hendak menggapai makanan, dan hanya selama beberapa saat. Normalnya,
kerangka mereka condong ke depan dan mereka berjalan dengan empat kaki.
Lalu kemudian,
apakah bipedalisme merupakan hasil evolusi dari cara berjalan monyet yang
kuadripedal seperti yang diklaim evolusionis?
Penelitian
terakhir mengungkapkan bahwa tidak mungkin bagi kerangka bungkuk kera yang
sesuai untuk berjalan kuadripedal berevolusi menjadi kerangka tegak manusia
yang sesuai untuk berjalan bipedal.
Tentu saja
tidak. Penelitian telah menunjukkan bahwa evolusi bipedalisme tidak pernah dan
tidak mungkin terjadi. Pertama, cara berjalan bipedal bukan suatu keuntungan.
Cara monyet bergerak lebih mudah, lebih cepat dan lebih efisien daripada cara
berjalan bipedal manusia. Manusia tidak dapat meloncat dari satu pohon ke pohon
lain tanpa menyentuh tanah seperti simpanse, atau berlari dengan kecepatan 125
km/jam seperti cheetah. Sebaliknya, karena manusia berjalan dengan kedua
kakinya, ia bergerak jauh lebih lambat di atas tanah. Untuk alasan yang sama,
manusia adalah salah satu spesies yang paling tidak terlindung di alam, jika
ditinjau dari gerakan dan pertahanan. Menurut logika evolusi, monyet seharusnya
tidak berevolusi mengambil cara berjalan bipedal. Sebaliknya, manusialah yang
seharusnya berevolusi menjadi kuadripedal.
Kebuntuan
lain dari klaim evolusi adalah bahwa cara berjalan bipedal tidak sesuai dengan
model "perkembangan bertahap" Darwinisme. Model ini, yang menjadi
dasar evolusi, mengharuskan adanya suatu cara berjalan "gabungan"
antara cara berjalan bipedal dan kuadripedal. Tetapi penelitian komputer yang
dilakukan Robin Crompton, seorang ahli paleoantropologi Inggris pada tahun 1996
menunjukkan bahwa "gabungan" ini mustahil terjadi. Crompton mencapai
kesimpulan berikut ini: Mahluk hidup hanya dapat berjalan tegak, atau dengan
keempat kakinya.28 Cara berjalan
setengah-setengah antara bipedal dan kuadripedal sangat menguras energi. Itu
sebabnya tidak mungkin ada makhluk setengah bipedal.
Jarak yang
terlalu jauh antara manusia dan kera tidak hanya meliputi bipedalisme. Masih
banyak hal lain yang tidak dapat diterangkan seperti kapasitas tengkorak,
kemampuan ber-bicara, dan sebagainya. Elaine Morgan, seorang ahli
paleoantropologi evolusionis, mengakuinya:
Empat misteri
yang paling membingungkan tentang manusia adalah: 1) me-ngapa mereka berjalan
dengan dua kaki? 2) mengapa mereka kehilangan seluruh bulu? 3) mengapa mereka
mengembangkan otak yang besar? 4) mengapa mereka belajar berbicara?
Jawaban
ortodoks untuk pertanyaan-pertanyaan ini adalah: 1) 'Kita belum tahu'; 2) 'Kita
belum tahu'; 3) 'Kita belum tahu'; 4) 'Kita belum tahu'. Daftar pertanyaan bisa
bertambah panjang tanpa mengubah kemonotonan jawaban.29
EVOLUSI: KEPERCAYAAN YANG TIDAK ILMIAH
Lord Solly
Zuckerman adalah salah seorang peneliti terkemuka dan terhormat di Inggris.
Bertahun-tahun ia meneliti catatan fosil dan melakukan banyak penyelidikan
secara terperinci. Ia dianugerahi gelar kebangsawanan "Lord" untuk
kontribusinya bagi ilmu pengetahuan. Zuckerman adalah seorang evolusionis.
Jadi, komentarnya mengenai evolusi tidak dapat dianggap sebagai pernyataan
untuk menentang teori evolusi. Setelah bertahun-tahun meneliti fosil yang
digunakan dalam skenario evolusi manusia, ia berkesimpulan bahwa silsilah
seperti itu tidak ada.
Zuckerman
juga menyusun sebuah "spektrum ilmu pengetahuan" yang menarik. Ia
membentuk spektrum ilmu pengetahuan dari yang dianggapnya ilmiah hingga tidak
ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling "ilmiah" tergantung
pada data konkret-adalah bidang kimia dan fisika. Setelah itu biologi, kemudian
diikuti ilmu-ilmu sosial. Pada ujung berlawanan, yang dianggap paling tidak
"ilmiah", terdapat "extra-sensory perception (ESP)"konsep
seperti telepati dan indra keenam-dan terakhir adalah "evolusi
manusia". Zuckerman menjelaskan alasannya:
Kita kemudian
bergerak dari kebenaran objektif langsung ke bidang-bidang yang dianggap
sebagai ilmu biologi, seperti extra sensory perception atau interpretasi
sejarah fosil manusia. Dalam bidang-bidang ini, segala sesuatu mungkin
terjadi bagi yang percaya, dan orang yang sangat percaya kadang-kadang mampu
meyakini sekaligus beberapa hal yang saling kontradiktif.30
Lalu, alasan
apa yang membuat banyak ilmuwan berkeras mempertahankan dogma ini? Mengapa
mereka berusaha begitu keras mempertahankan teori ini agar tetap hidup,
walaupun harus mengalami berbagai konflik dan membuang bukti-bukti yang mereka
temukan sendiri?
Satu-satunya
jawaban adalah ketakutan mereka akan fakta yang harus mereka hadapi jika teori
evolusi ini ditinggalkan. Fakta bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Akan
tetapi, mengingat praduga dan filsafat materialistis mereka, penciptaan adalah
konsep yang tidak dapat diterima evolusionis.
Untuk alasan
ini, mereka menipu diri sendiri serta semua orang di dunia, melalui kerja sama
dengan media massa. Jika mereka tidak dapat menemukan fosil yang dibutuhkan,
mereka akan "membuatnya" baik dalam bentuk gambar rekaan atau
model-model khayalan, dan mencoba memberikan kesan bahwa fosil-fosil yang
membuktikan teori evolusi benar-benar ada. Sebagian media massa yang menganut
pandangan materialistis juga mencoba menipu masyarakat dan menanamkan kisah
evolusi ke alam bawah sadar manusia.
Sekeras apa
pun mereka mencoba, kebenaran tetap jelas: manusia muncul bukan melalui proses
evolusi tetapi karena telah diciptakan Allah. Karena itu, manusia bertanggung
jawab kepada-Nya betapa pun ia tidak ingin menerima tanggung jawab ini.
Referensi
:
1. David
Pilbeam, "Humans Lose an Early Ancestor", Science, April 1982, S.6-
7.
2. Engin
Korur, "Gozlerin ve Kanatlarin Sirri" (The Mystery of the Eyes and
the Wings), Bilim ve Teknik, No. 203, Oktober 1984, hlm. 25.
3. Nature,
Vol. 382, 1 Agustus 1996, hlm. 401.
4. Carl O.
Dunbar, Historical Geology, New York: John Wiley and Sons, 1961, hlm. 310.
5. Holly
Smith, American Journal of Physical Antropology, Bd. 94, 1994, S. 307-325 ff.
6. Fred
Spoor, Bernard Wood, Frans Zonneveld, "Implication of Early Hominid
Labryntine Morphology for Evolution of Human Bipedal Locomotion", Nature,
Bd. 369, Juni 23, 1994, S. 645-648 ff.
7. Tim
Bromage, New Scientist, Bd. 133, 1992, S. 38-41 ff.
8. J. E.
Cronin, N. T. Boaz, C. B. Stringer, Y. Rak, "Tempo and Mode in Hominid
Evolution", Nature, Bd. 292, 1981, S. 113-122 ff.
9. C. L.
Brace, H. Nelson, N. Korn, M. L. Brace, Atlas of Human Evolution, 2.b. New
York: Rinehart and Wilson, 1979
10. Alan
Walker, Scientific American, Bd. 239 (2), 1978, S. 54
11. Marvin
Lubenow, Bones of Contention, Grand Rapids, Baker, 1992, S. 83.
12. Boyce
Rensberger, The Washington Post, November 19, 1984
13.Ybid.
14.
Richard Leakey, The Making of Mankind, London: Sphere Books, 1981, S. 62.
15.Marvin
Lubenow, Bones of Contention, Grand Rapids, Baker, 1992. S. 136
16. Erik
Trinkaus, "Hard Times Among the Neandertals", Natural History, Bd.
87, Dezember 1978, S. 10; R. L. Holloway, "The Neandertal Brain: What Was
Primitive", American Journal of Physical Anthropology Supplement, Bd. 12,
1991, S. 94
17.Alan
Walker, Science, Bd. 207, 1980, S. 1103
18. A. J.
Kelso, Physical Antropology, 1. Aufl., New York: J. B. Lipincott Co., 1970, S.
221; M. D. Leakey, Olduvai Gorge, Bd. 3, Cambridge: Cambridge University Press,
1971, S. 272
19. S. J.
Gould, Natural History, Bd. 85, 1976, S. 30
20. Time,
November 1996
21. L. S.
B. Leakey, The Origin of Homo Sapiens, ed. F. Borde, Paris: UNESCO, 1972, S. 25
ff.; L. S. B. Leakey, By the Evidence, New York: Harcourt Brace Jovanovich,
1974
22.
"Is This The Face of Our Past", Discover, Dezember 1997, S. 97 ff.
23. A. J.
Kelso, Physical Anthropology, 1.b., 1970, S. 221; M. D. Leakey, Olduvai Gorge,
Bd. 3, Cambridge: Cambridge University Press, 1971, S. 272
24. Donald
C. Johanson & M. A. Edey, Lucy: The Beginnings of Humankind, New York:
Simon & Schuster, 1981, S. 250
25.
Science News, Bd. 115, 1979, S. 196 f.
26. Ian
Anderson, New Scientist, Bd. 98, 1983, S. 373
27.
Russell H. Tuttle, Natural History, Marz 1990, S. 61 ff.
28. Ruth
Henke, "Aufrecht aus den Baumen", Focus, Bd. 39, 1996, S. 178
29.Elaine
Morgan, The Scars of Evolution, New York: Oxford University Press, 1994, S. 5
30. Solly
Zuckerman, Beyond The Ivory Tower, New York: Toplinger Publications, 1970, S.
19
* * * * *
Sumber: www.harunyahya.com
0 komentar:
Posting Komentar