Rabu, 08 Oktober 2014

KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI - BAB 6 (Bagian B)


KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI
(Harun Yahya)

BAB 6 (Bagian B)

MATA RANTAI IMAJINER ANTARA BURUNG DAN DINOSAURUS

Pernyataan yang ingin dikemukakan para evolusionis dengan menampilkan Archaopteryx sebagai bentuk transisi, adalah bahwa burung merupakan hasil evolusi dari dinosaurus. Namun, salah seorang ahli ornitologi terkemuka di dunia, Alan Feduccia dari Universitas North Carolina, menentang teori bahwa burung memiliki kekerabatan dengan dinosaurus, sekalipun ia sendiri seorang evolusionis. Berkenaan dengan hal ini Feduccia mengatakan:

Saya telah mempelajari tengkorak-tengkorak burung selama 25 tahun dan saya tidak melihat kemiripan apa pun. Saya benar-benar tidak melihatnya.... Pernyataan bahwa Teropoda merupakan nenek moyang burung, menurut pendapat saya, akan sangat mempermalukan paleontologi abad ke-20. 13

Larry Martin, spesialis burung purba dari Universitas Kansas, membantah teori bahwa burung berasal dari garis keturunan yang sama dengan dinosaurus. Ketika membahas kontradiksi yang dihadapi evolusi, Martin menyatakan:

Terus terang, jika saya harus mendukung bahwa burung dengan karakteristik tersebut berasal dari dinosaurus, saya akan merasa malu setiap kali harus berdiri dan berbicara tentangnya. 14

Ringkasnya, skenario "evolusi burung" yang didasarkan hanya pada Archaopteryx, tidak lebih dari praduga dan angan-angan evolusionis.

FOKUS : BAGAIMANA DENGAN LALAT?
Description: 88
Untuk menguatkan pernyataan bahwa dinosaurus berubah menjadi burung, evolusionis mengatakan bahwa sejumlah dinosaurus yang mengepakkan kaki depan untuk berburu lalat telah "menda-patkan sayap dan terbang" (seperti yang terlihat dalam gambar). Karena teori ini tidak memiliki landasan ilmiah dan tidak lebih dari sekadar khayalan, timbullah sebuah kontradiksi logis yang nyata: contoh yang disebutkan evolusionis saat menjelaskan asal mula kemampuan terbang, yaitu lalat, telah memiliki kemampuan terbang yang sempurna. Sementara manusia tidak mampu mengedipkan mata 10 kali per detik, seekor lalat biasa mengepakkan sayapnya 500 kali per detik. Di samping itu, lalat meng-gerakkan kedua sayapnya secara serempak. Sedikit saja ada ketidaksesuaian pada getaran sayap, lalat akan kehilangan keseimbangan; tetapi ini tidak pernah terjadi.
Evolusionis seharusnya lebih dulu menjelaskan bagaimana lalat mendapatkan kemampuan terbang yang sempurna. Tetapi mereka justru mengarang skenario tentang bagaimana makhluk yang jauh lebih canggung seperti reptil bisa terbang.
Bahkan penciptaan sempurna pada lalat rumah menggugurkan pernyataan evolusi. Seorang ahli biologi Inggris, Robin Wootton, menulis dalam artikel berjudul "The Mechanical Design of Fly Wings (Desain Mekanis pada Sayap Lalat)":
"Semakin baik kita memahami fungsi sayap serangga, semakin tampak betapa rumit dan indahnya desain sayap mereka. Strukturnya sejak semula didesain agar seminimal mungkin mengalami perubahan bentuk; mekanismenya didesain untuk menggerakkan bagian-bagian komponen sayap secara terkirakan. Sayap serangga menggabungkan ke-dua hal ini; dengan menggunakan komponen-komponen berelastisitas berbeda, yang terakit sempurna agar terjadi perubahan bentuk yang tepat untuk gaya-gaya yang sesuai, sehingga udara dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Masih sedikit, kalaupun ada, teknologi yang sebanding dengan mereka." 1
Sebaliknya, tidak ada satu fosil pun yang dapat membuktikan evolusi imajiner lalat. Inilah yang dimaksud seorang ahli zoologi terkemuka Prancis, Pierre Grasse ketika mengatakan "Kita tidak memiliki petunjuk apa pun tentang asal usul serangga."2
1 Robin J. Wootton, "The Mechanical Design of Insect Wings", Scientific American, Bd. 263, November 1990, S.120
2 Pierre-P Grasse, Evolution of Living Organisms, New York, Academic Press, 1977, S. 3

ASAL USUL MAMALIA

Sebagaimana telah digambarkan, teori evolusi menyatakan bahwa beberapa makhluk rekaan yang muncul dari laut berubah menjadi reptil dan bahwa burung berasal dari reptil yang berevolusi. Menurut skenario yang sama, reptil bukan hanya nenek moyang burung, melainkan juga nenek moyang mamalia. Namun struktur reptil dan mamalia sangat berbeda. Reptil bersisik pada tubuhnya, berdarah dingin dan berkembang biak dengan bertelur; sedangkan mamalia memiliki rambut pada tubuhnya, berdarah panas dan bereproduksi dengan melahirkan anak.

Sebuah contoh perbedaan struktural antara reptil dan mamalia adalah struktur rahang mereka. Rahang mamalia hanya terdiri dari satu tulang rahang dan gigi-gigi ditempatkan pada tulang ini. Rahang reptil memiliki tiga tulang kecil pada kedua sisinya. Satu lagi perbedaan mendasar, mamalia memiliki tiga tulang pada telinga bagian tengah (tulang martil, tulang sanggurdi dan tulang landasan); sedangkan reptil hanya memiliki satu tulang. Evolusionis menyatakan bahwa rahang dan telinga bagian tengah reptil berevolusi sedikit demi sedikit menjadi rahang dan telinga mamalia. Akan tetapi, mereka tak mampu menjelaskan bagaimana perubahan ini terjadi. Khususnya, pertanyaan utama yang tetap tidak terjawab adalah bagaimana telinga dengan satu tulang berevolusi menjadi telinga dengan tiga tulang, dan bagaimana pendengaran tetap berfungsi selama perubahan ini berlangsung. Pantaslah tidak pernah ditemukan satu fosil pun yang menghubungkan reptil dengan mamalia. Inilah sebabnya seorang ahli paleontologi evolusionis, Roger Lewin, terpaksa berkata, "Peralihan menjadi mamalia pertama, yang mungkin terjadi dalam satu saja atau maksimal dalam dua garis keturunan, masih menjadi teka-teki". 15

Description: 90     Description: 90o
Evolusionis menyatakan bahwa semua spesies mamalia berevolusi dari satu nenek moyang yang sama. Akan tetapi, terdapat perbedaan besar antara beragam spesies mamalia seperti beruang, paus, tikus dan kelelawar. Masing-masing makhluk hidup ini memiliki sistem yang didesain khusus. Misalnya, kelelawar diciptakan dengan sistem sonar yang sangat sensitif sebagai penuntun dalam kegelapan. Sistem kompleks ini, yang hanya bisa ditiru teknologi modern, tidak mungkin muncul sebagai hasil kebetulan. Catatan fosil juga menunjukkan, kelelawar muncul secara tiba-tiba dalam bentuk yang telah sempurna seperti sekarang ini dan mereka tidak mengalami "proses evolusi" apa pun.
Fosil kelelawar berusia 50 juta tahun: tidak berbeda dengan kerabat modernnya (Science, Vol. 154)

George Gaylord Simpson, salah seorang tokoh utama evolusi dan pendiri teori neo-Darwinisme, berkomentar mengenai fakta yang sangat membingungkan evolusionis ini:

Peristiwa paling membingungkan dalam sejarah kehidupan di bumi adalah perubahan dari Mesozoic atau Zaman Reptil ke Zaman Mamalia. Seakan-akan tirai diturunkan secara mendadak untuk menutup panggung di mana seluruh peran utama dimainkan reptil, terutama dinosaurus, dalam jumlah besar dan keragaman yang menakjubkan. Tirai ini segera dinaikkan kembali untuk memperlihatkan panggung yang sama tetapi dengan susunan pemain yang sepenuhnya baru, yang sama sekali tidak melibatkan dinosaurus, dan reptil lain hanya menjadi figuran, dan semua peran utama dimainkan mamalia dari berbagai jenis yang hampir tidak pernah disinggung dalam babak-babak sebelumnya.16

Selain itu, ketika mamalia tiba-tiba muncul, mereka sudah sangat berbeda satu sama lain. Hewan-hewan yang berbeda seperti kelelawar, kuda, tikus dan paus semuanya adalah mamalia dan mereka semua muncul pada periode geologi yang sama. Mustahil menarik garis hubungan evolusi di antara mereka, bahkan dalam batasan imajinasi yang paling luas sekalipun. Ahli zoologi evolusionis, R. Eric Lombard, mengemukakan hal ini dalam sebuah artikel majalah Evolution:

Mereka yang mencari informasi spesifik yang dibutuhkan dalam menyusun filogeni (sejarah dan perkembangan evolusi) kelompok-kelompok mamalia akan kecewa. 17

Semua ini menunjukkan bahwa semua makhluk hidup muncul di bu-mi secara tiba-tiba dan dalam bentuk sempurna, tanpa melalui proses evolusi. Ini merupakan bukti nyata bahwa mereka telah diciptakan. Akan tetapi, evolusionis berupaya menafsirkan fakta bahwa makhluk hidup muncul dalam suatu urutan sebagai indikasi adanya evolusi. Padahal urutan kemunculan makhluk hidup adalah "urutan penciptaan", karena mustahil membuktikan proses evolusi. Dengan penciptaan agung dan tanpa cacat, lautan dan kemudian daratan dipenuhi makhluk hidup, dan akhirnya manusia diciptakan.

Bertentangan dengan kisah "manusia kera" yang diindoktrinasikan pada masyarakat luas dengan propaganda media yang gencar, manusia juga muncul di bumi secara tiba-tiba dan dalam keadaan telah sempurna.

FOKUS: MITOS TENTANG EVOLUSI KUDA
Hingga baru-baru ini, urutan imajiner evolusi kuda telah dikemukakan sebagai bukti fosil terpenting teori evolusi. Akan tetapi, saat ini banyak pendukung evolusi berterus terang mengakui bahwa skenario evolusi kuda telah hancur. Dalam sebuah simposium empat hari mengenai masalah-masalah teori evolusi bertahap yang diselenggarakan pada tahun 1980 di Field Museum of Natural History, Chicago, dan dihadiri 150 evolusionis, Boyce Rensberger, seorang evolusionis yang memberikan sambutan, mengatakan bahwa skenario evolusi kuda tidak didukung oleh catatan fosil dan tidak ditemukan proses evolusi yang menjelaskan evolusi kuda secara bertahap:
Contoh populer evolusi kuda, yang mengemukakan perubahan bertahap dari makhluk seukuran rubah dengan kaki berjari empat yang hidup hampir 50 juta tahun lalu menjadi kuda masa kini yang lebih besar dengan kaki berjari satu, telah lama diketahui keliru. Bertentangan dengan perubahan secara bertahap, fosil setiap spesies peralihan tampak sama sekali berbeda, tidak berubah, dan kemudian menjadi punah. Bentuk-bentuk transisi tidak diketahui.1
Seorang ahli paleontologi kenamaan, Colin Patterson, direktur Natural History Museum, Inggris, berkomentar tentang skema "evolusi kuda" yang dipamerkan untuk umum di lantai dasar museum tersebut:
Telah begitu banyak cerita tentang sejarah kehidupan di bumi ini, sebagian lebih imajinatif daripada yang lain. Contoh paling terkenal, masih dipamerkan di lantai bawah, adalah skema evolusi kuda yang dibuat barangkali 50 tahun lalu. Dan itu telah dijadikan kebenaran harfiah dari buku ke buku. Kini, saya pikir itu perlu disesali, terutama jika mereka yang mengajukan cerita semacam ini sendiri menyadari betapa spekulatifnya sebagian skema tersebut. 2
Jadi, apa yang mendasari skenario "evolusi kuda"? Skenario ini dirumuskan dengan diagram-diagram tipuan yang disusun berurutan dari fosil spesies-spesies berbeda yang hidup pada periode sangat berlainan di India, Afrika Selatan, Amerika Utara dan Eropa, se-mata-mata mengikuti imajinasi evolusionis. Terdapat lebih dari 20 diagram evolusi kuda yang diajukan para peneliti. Semua diagram itu sangat berbeda satu sama lain. Evolusionis tidak mencapai kesepakatan tentang hal ini. Satu-satunya persamaan di antara mere-ka keyakinan bahwa nenek moyang kuda (Equus) adalah makhluk seukur-an anjing yang disebut "Eohippus", hidup dalam Periode Eosin 55 juta tahun lalu. Akan tetapi, jalur evolusi dari Eohippus ke Equus sama sekali tidak konsisten.
Seorang evolusionis yang juga penulis ilmu alam, Gordon R. Taylor, menjelaskan kenyataan yang jarang diakui ini dalam bukunya, The Great Evolution Mystery:
Namun barangkali kelemahan paling serius dari Darwinisme adalah kegagalan para ahli paleontologi menemukan filogeni atau silsilah organisme yang meyakinkan untuk menunjukkan perubahan evolusi besar... Kuda sering dikemukakan sebagai satu-satunya contoh yang bisa mewakili sepenuhnya. Akan tetapi kenyataannya, garis yang menghubungkan Eohippus dengan Equus sangat tidak menentu. Garis ini semestinya menunjukkan peningkatan ukuran badan yang kontinu. Tetapi kenyataannya, sejumlah varian berukuran lebih kecil dari Eohippus, bukannya lebih besar. Spesimen-spesimen dari berbagai sumber dapat digabungkan dalam urutan yang tampak begitu meyakinkan, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa mereka tersusun menurut waktu yang sesuai dengan urutan ini.3
Semua fakta ini adalah bukti kuat bahwa diagram-diagram evolusi kuda, yang dinyatakan sebagai satu bukti paling kokoh untuk Darwinisme, tidak lain hanyalah dongeng fantastis dan tidak masuk akal.
1 Boyce Rensberger, Houston Chronicle, 5. November 1980, S.15
2 Colin Patterson, Harper's, Februar 1984, S.60
3 Gordon Rattray Taylor, The Great Evolution Mystery, Abacus, Sphere Books, London, 1984, S. 230

Referensi :
1. Robert L. Carroll, Vertebrate Paleontology and Evolution, New York: W. H. Freeman and Co., 1988, S. 198
2. Engin Korur, "Gozlerin ve Kanatlaryn Syrry" (Das Mysterium der Augen und der Flugel), Bilim ve Teknik, Nr. 203, Oktober 1984, S. 25
3. Nature, Bd. 382, 1. August 1996, S. 401
4. Carl O. Dunbar, Historical Geology, New York: John Wiley and Sons, 1961, S. 310
5. L. D. Martin, J. D. Stewart, K. N. Whetstone, The Auk, Bd. 98, 1980, S. 86
6. Ybid., S. 86; L. D. Martin, "Origins of Higher Groups of Tetrapods", Ithaca, New York, Comstock Publishing Association, 1991, S. 485, 540
7. S. Tarsitano, M. K. Hecht, Zoological Journal of the Linnaean Society, Bd. 69, 1985, S. 178; A. D. Walker, Geological Magazine, Bd. 177, 1980, S. 595
8. Pat Shipman, "Birds do it... Did Dinosaurs?", New Scientist, 1. Februar 1997, S. 31
9. "Old Bird", Discover, 21. Marz 1997
10. Ybid.
11. Pat Shipman, "Birds Do It... Did Dinosaurs?", New Scientist, 1. Februar 1997, S. 28
12. S. J. Gould & N. Eldredge, Paleobiology, Vol 3, 1977, hlm. 147.
13. Pat Shipman, "Birds Do It... Did Dinosaurs?", S. 28
14. Ybid.
15. Roger Lewin, "Bones of Mammals, Ancestors Fleshed Out", Science, Bd. 212, 26. Juni 1981, S. 1492
16. George Gaylord Simpson, Life Before Man, New York: Time-Life Books, 1972, S. 42
17. R. Eric Lombard, "Review of Evolutionary Principles of the Mammalian Middle Ear, Gerald Fleischer", Evolution, Bd. 33, Dezember 1979, hlm. 1230

* * * * *

Sumber: www.harunyahya.com



0 komentar:

Posting Komentar