KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI
(Harun Yahya)
BAB 6 (Bagian B)
MATA RANTAI IMAJINER ANTARA BURUNG DAN DINOSAURUS
Pernyataan
yang ingin dikemukakan para evolusionis dengan menampilkan Archaopteryx sebagai
bentuk transisi, adalah bahwa burung merupakan hasil evolusi dari dinosaurus.
Namun, salah seorang ahli ornitologi terkemuka di dunia, Alan Feduccia dari
Universitas North Carolina, menentang teori bahwa burung memiliki kekerabatan
dengan dinosaurus, sekalipun ia sendiri seorang evolusionis. Berkenaan dengan
hal ini Feduccia mengatakan:
Saya telah
mempelajari tengkorak-tengkorak burung selama 25 tahun dan saya tidak melihat
kemiripan apa pun. Saya benar-benar tidak melihatnya.... Pernyataan bahwa
Teropoda merupakan nenek moyang burung, menurut pendapat saya, akan sangat
mempermalukan paleontologi abad ke-20. 13
Larry Martin,
spesialis burung purba dari Universitas Kansas, membantah teori bahwa burung
berasal dari garis keturunan yang sama dengan dinosaurus. Ketika membahas
kontradiksi yang dihadapi evolusi, Martin menyatakan:
Terus terang,
jika saya harus mendukung bahwa burung dengan karakteristik tersebut berasal
dari dinosaurus, saya akan merasa malu setiap kali harus berdiri dan berbicara
tentangnya. 14
Ringkasnya,
skenario "evolusi burung" yang didasarkan hanya pada Archaopteryx,
tidak lebih dari praduga dan angan-angan evolusionis.
FOKUS
: BAGAIMANA DENGAN LALAT?
Untuk
menguatkan pernyataan bahwa dinosaurus berubah menjadi burung, evolusionis
mengatakan bahwa sejumlah dinosaurus yang mengepakkan kaki depan untuk berburu
lalat telah "menda-patkan sayap dan terbang" (seperti yang terlihat
dalam gambar). Karena teori ini tidak memiliki landasan ilmiah dan tidak lebih
dari sekadar khayalan, timbullah sebuah kontradiksi logis yang nyata: contoh
yang disebutkan evolusionis saat menjelaskan asal mula kemampuan terbang, yaitu
lalat, telah memiliki kemampuan terbang yang sempurna. Sementara manusia tidak
mampu mengedipkan mata 10 kali per detik, seekor lalat biasa mengepakkan
sayapnya 500 kali per detik. Di samping itu, lalat meng-gerakkan kedua sayapnya
secara serempak. Sedikit saja ada ketidaksesuaian pada getaran sayap, lalat
akan kehilangan keseimbangan; tetapi ini tidak pernah terjadi.
Evolusionis
seharusnya lebih dulu menjelaskan bagaimana lalat mendapatkan kemampuan terbang
yang sempurna. Tetapi mereka justru mengarang skenario tentang bagaimana
makhluk yang jauh lebih canggung seperti reptil bisa terbang.
Bahkan
penciptaan sempurna pada lalat rumah menggugurkan pernyataan evolusi. Seorang
ahli biologi Inggris, Robin Wootton, menulis dalam artikel berjudul "The
Mechanical Design of Fly Wings (Desain Mekanis pada Sayap Lalat)":
"Semakin
baik kita memahami fungsi sayap serangga, semakin tampak betapa rumit dan
indahnya desain sayap mereka. Strukturnya sejak semula didesain agar seminimal
mungkin mengalami perubahan bentuk; mekanismenya didesain untuk menggerakkan
bagian-bagian komponen sayap secara terkirakan. Sayap serangga menggabungkan
ke-dua hal ini; dengan menggunakan komponen-komponen berelastisitas berbeda,
yang terakit sempurna agar terjadi perubahan bentuk yang tepat untuk gaya-gaya
yang sesuai, sehingga udara dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Masih
sedikit, kalaupun ada, teknologi yang sebanding dengan mereka." 1
Sebaliknya,
tidak ada satu fosil pun yang dapat membuktikan evolusi imajiner lalat. Inilah
yang dimaksud seorang ahli zoologi terkemuka Prancis, Pierre Grasse ketika
mengatakan "Kita tidak memiliki petunjuk apa pun tentang asal usul
serangga."2
1
Robin J. Wootton, "The Mechanical Design of Insect Wings", Scientific
American, Bd. 263, November 1990, S.120
2
Pierre-P Grasse, Evolution of Living Organisms, New York, Academic Press, 1977,
S. 3
ASAL USUL MAMALIA
Sebagaimana
telah digambarkan, teori evolusi menyatakan bahwa beberapa makhluk rekaan yang
muncul dari laut berubah menjadi reptil dan bahwa burung berasal dari reptil
yang berevolusi. Menurut skenario yang sama, reptil bukan hanya nenek moyang
burung, melainkan juga nenek moyang mamalia. Namun struktur reptil dan mamalia
sangat berbeda. Reptil bersisik pada tubuhnya, berdarah dingin dan berkembang
biak dengan bertelur; sedangkan mamalia memiliki rambut pada tubuhnya, berdarah
panas dan bereproduksi dengan melahirkan anak.
Sebuah contoh
perbedaan struktural antara reptil dan mamalia adalah struktur rahang
mereka. Rahang mamalia hanya terdiri dari satu tulang rahang dan gigi-gigi
ditempatkan pada tulang ini. Rahang reptil memiliki tiga tulang kecil pada kedua
sisinya. Satu lagi perbedaan mendasar, mamalia memiliki tiga tulang pada
telinga bagian tengah (tulang martil, tulang sanggurdi dan tulang landasan);
sedangkan reptil hanya memiliki satu tulang. Evolusionis menyatakan bahwa
rahang dan telinga bagian tengah reptil berevolusi sedikit demi sedikit menjadi
rahang dan telinga mamalia. Akan tetapi, mereka tak mampu menjelaskan bagaimana
perubahan ini terjadi. Khususnya, pertanyaan utama yang tetap tidak terjawab
adalah bagaimana telinga dengan satu tulang berevolusi menjadi telinga dengan
tiga tulang, dan bagaimana pendengaran tetap berfungsi selama perubahan ini
berlangsung. Pantaslah tidak pernah ditemukan satu fosil pun yang menghubungkan
reptil dengan mamalia. Inilah sebabnya seorang ahli paleontologi evolusionis,
Roger Lewin, terpaksa berkata, "Peralihan menjadi mamalia pertama, yang
mungkin terjadi dalam satu saja atau maksimal dalam dua garis keturunan, masih
menjadi teka-teki". 15
Evolusionis
menyatakan bahwa semua spesies mamalia berevolusi dari satu nenek moyang yang
sama. Akan tetapi, terdapat perbedaan besar antara beragam spesies mamalia
seperti beruang, paus, tikus dan kelelawar. Masing-masing makhluk hidup ini
memiliki sistem yang didesain khusus. Misalnya, kelelawar diciptakan dengan sistem
sonar yang sangat sensitif sebagai penuntun dalam kegelapan. Sistem kompleks
ini, yang hanya bisa ditiru teknologi modern, tidak mungkin muncul sebagai
hasil kebetulan. Catatan fosil juga menunjukkan, kelelawar muncul secara
tiba-tiba dalam bentuk yang telah sempurna seperti sekarang ini dan mereka
tidak mengalami "proses evolusi" apa pun.
Fosil
kelelawar berusia 50 juta tahun: tidak berbeda dengan kerabat modernnya
(Science, Vol. 154)
George
Gaylord Simpson, salah seorang tokoh utama evolusi dan pendiri teori
neo-Darwinisme, berkomentar mengenai fakta yang sangat membingungkan
evolusionis ini:
Peristiwa
paling membingungkan dalam sejarah kehidupan di bumi adalah perubahan dari
Mesozoic atau Zaman Reptil ke Zaman Mamalia. Seakan-akan tirai diturunkan
secara mendadak untuk menutup panggung di mana seluruh peran utama dimainkan
reptil, terutama dinosaurus, dalam jumlah besar dan keragaman yang menakjubkan.
Tirai ini segera dinaikkan kembali untuk memperlihatkan panggung yang sama
tetapi dengan susunan pemain yang sepenuhnya baru, yang sama sekali tidak
melibatkan dinosaurus, dan reptil lain hanya menjadi figuran, dan semua
peran utama dimainkan mamalia dari berbagai jenis yang hampir tidak pernah
disinggung dalam babak-babak sebelumnya.16
Selain itu, ketika
mamalia tiba-tiba muncul, mereka sudah sangat berbeda satu sama lain.
Hewan-hewan yang berbeda seperti kelelawar, kuda, tikus dan paus semuanya
adalah mamalia dan mereka semua muncul pada periode geologi yang sama. Mustahil
menarik garis hubungan evolusi di antara mereka, bahkan dalam batasan imajinasi
yang paling luas sekalipun. Ahli zoologi evolusionis, R. Eric Lombard,
mengemukakan hal ini dalam sebuah artikel majalah Evolution:
Mereka
yang mencari informasi spesifik yang dibutuhkan dalam menyusun filogeni
(sejarah dan perkembangan evolusi) kelompok-kelompok mamalia akan kecewa.
17
Semua ini
menunjukkan bahwa semua makhluk hidup muncul di bu-mi secara tiba-tiba dan
dalam bentuk sempurna, tanpa melalui proses evolusi. Ini merupakan bukti nyata
bahwa mereka telah diciptakan. Akan tetapi, evolusionis berupaya menafsirkan
fakta bahwa makhluk hidup muncul dalam suatu urutan sebagai indikasi adanya
evolusi. Padahal urutan kemunculan makhluk hidup adalah "urutan
penciptaan", karena mustahil membuktikan proses evolusi. Dengan penciptaan
agung dan tanpa cacat, lautan dan kemudian daratan dipenuhi makhluk hidup, dan
akhirnya manusia diciptakan.
Bertentangan
dengan kisah "manusia kera" yang diindoktrinasikan pada masyarakat
luas dengan propaganda media yang gencar, manusia juga muncul di bumi secara
tiba-tiba dan dalam keadaan telah sempurna.
FOKUS:
MITOS TENTANG EVOLUSI KUDA
Hingga
baru-baru ini, urutan imajiner evolusi kuda telah dikemukakan sebagai bukti
fosil terpenting teori evolusi. Akan tetapi, saat ini banyak pendukung evolusi
berterus terang mengakui bahwa skenario evolusi kuda telah hancur. Dalam sebuah
simposium empat hari mengenai masalah-masalah teori evolusi bertahap yang
diselenggarakan pada tahun 1980 di Field Museum of Natural History, Chicago,
dan dihadiri 150 evolusionis, Boyce Rensberger, seorang evolusionis yang
memberikan sambutan, mengatakan bahwa skenario evolusi kuda tidak didukung oleh
catatan fosil dan tidak ditemukan proses evolusi yang menjelaskan evolusi kuda
secara bertahap:
Contoh
populer evolusi kuda, yang mengemukakan perubahan bertahap dari makhluk
seukuran rubah dengan kaki berjari empat yang hidup hampir 50 juta tahun lalu
menjadi kuda masa kini yang lebih besar dengan kaki berjari satu, telah lama
diketahui keliru. Bertentangan dengan perubahan secara bertahap, fosil setiap
spesies peralihan tampak sama sekali berbeda, tidak berubah, dan kemudian
menjadi punah. Bentuk-bentuk transisi tidak diketahui.1
Seorang
ahli paleontologi kenamaan, Colin Patterson, direktur Natural History Museum,
Inggris, berkomentar tentang skema "evolusi kuda" yang dipamerkan
untuk umum di lantai dasar museum tersebut:
Telah
begitu banyak cerita tentang sejarah kehidupan di bumi ini, sebagian lebih
imajinatif daripada yang lain. Contoh paling terkenal, masih dipamerkan di
lantai bawah, adalah skema evolusi kuda yang dibuat barangkali 50 tahun lalu.
Dan itu telah dijadikan kebenaran harfiah dari buku ke buku. Kini, saya pikir
itu perlu disesali, terutama jika mereka yang mengajukan cerita semacam ini sendiri
menyadari betapa spekulatifnya sebagian skema tersebut. 2
Jadi,
apa yang mendasari skenario "evolusi kuda"? Skenario ini dirumuskan
dengan diagram-diagram tipuan yang disusun berurutan dari fosil spesies-spesies
berbeda yang hidup pada periode sangat berlainan di India, Afrika Selatan,
Amerika Utara dan Eropa, se-mata-mata mengikuti imajinasi evolusionis. Terdapat
lebih dari 20 diagram evolusi kuda yang diajukan para peneliti. Semua diagram
itu sangat berbeda satu sama lain. Evolusionis tidak mencapai kesepakatan
tentang hal ini. Satu-satunya persamaan di antara mere-ka keyakinan bahwa nenek
moyang kuda (Equus) adalah makhluk seukur-an anjing yang disebut
"Eohippus", hidup dalam Periode Eosin 55 juta tahun lalu. Akan
tetapi, jalur evolusi dari Eohippus ke Equus sama sekali tidak konsisten.
Seorang
evolusionis yang juga penulis ilmu alam, Gordon R. Taylor, menjelaskan
kenyataan yang jarang diakui ini dalam bukunya, The Great Evolution Mystery:
Namun
barangkali kelemahan paling serius dari Darwinisme adalah kegagalan para ahli
paleontologi menemukan filogeni atau silsilah organisme yang meyakinkan untuk
menunjukkan perubahan evolusi besar... Kuda sering dikemukakan sebagai
satu-satunya contoh yang bisa mewakili sepenuhnya. Akan tetapi kenyataannya, garis
yang menghubungkan Eohippus dengan Equus sangat tidak menentu. Garis ini
semestinya menunjukkan peningkatan ukuran badan yang kontinu. Tetapi
kenyataannya, sejumlah varian berukuran lebih kecil dari Eohippus, bukannya
lebih besar. Spesimen-spesimen dari berbagai sumber dapat digabungkan dalam
urutan yang tampak begitu meyakinkan, tetapi tidak ada bukti yang menunjukkan
bahwa mereka tersusun menurut waktu yang sesuai dengan urutan ini.3
Semua
fakta ini adalah bukti kuat bahwa diagram-diagram evolusi kuda, yang dinyatakan
sebagai satu bukti paling kokoh untuk Darwinisme, tidak lain hanyalah dongeng
fantastis dan tidak masuk akal.
1 Boyce Rensberger, Houston Chronicle, 5. November 1980, S.15
2 Colin Patterson, Harper's, Februar 1984, S.60
3 Gordon Rattray Taylor, The Great Evolution Mystery, Abacus, Sphere Books,
London, 1984, S. 230
Referensi
:
1. Robert
L. Carroll, Vertebrate Paleontology and Evolution, New York: W. H. Freeman and
Co., 1988, S. 198
2. Engin
Korur, "Gozlerin ve Kanatlaryn Syrry" (Das Mysterium der Augen und
der Flugel), Bilim ve Teknik, Nr. 203, Oktober 1984, S. 25
3. Nature,
Bd. 382, 1. August 1996, S. 401
4. Carl O.
Dunbar, Historical Geology, New York: John Wiley and Sons, 1961, S. 310
5. L. D.
Martin, J. D. Stewart, K. N. Whetstone, The Auk, Bd. 98, 1980, S. 86
6. Ybid.,
S. 86; L. D. Martin, "Origins of Higher Groups of Tetrapods", Ithaca,
New York, Comstock Publishing Association, 1991, S. 485, 540
7. S.
Tarsitano, M. K. Hecht, Zoological Journal of the Linnaean Society, Bd. 69,
1985, S. 178; A. D. Walker, Geological Magazine, Bd. 177, 1980, S. 595
8. Pat
Shipman, "Birds do it... Did Dinosaurs?", New Scientist, 1. Februar
1997, S. 31
9.
"Old Bird", Discover, 21. Marz 1997
10. Ybid.
11. Pat
Shipman, "Birds Do It... Did Dinosaurs?", New Scientist, 1. Februar
1997, S. 28
12. S. J.
Gould & N. Eldredge, Paleobiology, Vol 3, 1977, hlm. 147.
13. Pat
Shipman, "Birds Do It... Did Dinosaurs?", S. 28
14. Ybid.
15. Roger
Lewin, "Bones of Mammals, Ancestors Fleshed Out", Science, Bd. 212,
26. Juni 1981, S. 1492
16. George
Gaylord Simpson, Life Before Man, New York: Time-Life Books, 1972, S. 42
17. R.
Eric Lombard, "Review of Evolutionary Principles of the Mammalian Middle
Ear, Gerald Fleischer", Evolution, Bd. 33, Dezember 1979, hlm. 1230
* * * * *
Sumber: www.harunyahya.com
0 komentar:
Posting Komentar