KERUNTUHAN TEORI EVOLUSI
(Harun Yahya)
BAB 9 (Bagian A)
SKENARIO EVOLUSI MANUSIA
Dalam bab-bab
sebelumnya, kita melihat bahwa di alam tidak ada mekanisme yang menyebabkan
makhluk hidup berevolusi. Makhluk hidup muncul bukan akibat proses evolusi, melainkan
secara tiba-tiba dalam bentuk yang sempurna. Mereka diciptakan sendiri-sendiri.
Oleh karena itu, jelaslah bahwa "evolusi manusia" juga merupakan
sebuah kisah yang tidak pernah terjadi.
Lalu, apa
yang digunakan evolusionis sebagai pijakan untuk dongeng ini? Dasarnya adalah
keberadaan fosil yang berlimpah sehingga evolusionis dapat membangun penafsiran
imajinatif.
Sepanjang
sejarah, telah hidup lebih dari 6.000 spesies kera dan kebanyakan dari
mereka telah punah. Kini hanya 120 spesies kera yang masih hidup di
bumi. Sekitar 6.000 spesies kera ini, mayoritas telah punah, menjadi sumber
yang kaya bagi evolusionis.
Evolusionis
menulis skenario evolusi manusia dengan menyusun sejumlah tengkorak yang cocok
dengan tujuan mereka, berurutan dari yang terkecil hingga yang terbesar, lalu
menempatkan di antara mereka tengkorak beberapa ras manusia yang telah punah.
Menurut skenario ini, manusia dan kera modern memiliki nenek moyang yang sama.
Nenek moyang ini berevolusi sejalan dengan waktu. Sebagian dari mereka menjadi
kera modern, sedangkan kelompok lain berevolusi melalui jalur yang berbeda,
menjadi manusia masa kini. Akan tetapi, semua temuan paleontologi, anatomi dan
biologi menunjukkan bahwa pernyataan evolusi ini fiktif dan tidak sahih seperti
semua pernyataan evolusi lainnya. Tidak ada bukti-bukti kuat dan nyata untuk
menunjukkan kekerabatan antara manusia dan kera. Yang ada hanyalah pemalsuan,
penyimpangan, gambar-gambar serta komentar-komentar menyesatkan.
Catatan fosil
mengisyaratkan kepada kita bahwa sepanjang sejarah, manusia tetap manusia, dan
kera tetap kera. Sebagian fosil yang dinyatakan evolusionis sebagai nenek
moyang manusia berasal dari ras manusia yang hidup hingga akhir-akhir ini
sekitar 10.000 tahun lalu dan kemudian menghilang. Selain itu, banyak orang
masa kini memiliki penampilan dan karakteristik fisik yang sama dengan ras-ras
manusia yang punah, yang dinyatakan evolusionis sebagai nenek moyang manusia.
Semua ini adalah bukti nyata bahwa manusia tidak pernah mengalami proses
evolusi sepanjang sejarah.
Bukti
terpenting adalah perbedaan anatomis yang besar antara kera dan manusia, dan
tidak satu pun di antara perbedaan tersebut muncul melalui proses evolusi. "Bipedalitas"
(kemampuan berjalan dengan dua kaki) adalah salah satu di antaranya. Seperti
yang akan diuraikan lebih lanjut, bipedalitas hanya terdapat pada manusia dan
merupakan salah satu sifat terpenting yang membedakan manusia dengan hewan.
SILSILAH IMAJINER MANUSIA
Darwinis
menyatakan bahwa manusia modern saat ini berevolusi dari makhluk serupa kera.
Menurut mereka, selama proses evolusi yang diperkirakan berawal 4-5 juta tahun
lalu, terdapat beberapa "bentuk transisi" antara manusia modern dan
nenek moyangnya. Menurut skenario yang sepenuhnya rekaan ini, terdapat empat
"kategori" dasar:
1.
Australopithecus
2. Homo
habilis
3. Homo
erectus
4. Homo
sapiens
Evolusionis
menyebut nenek moyang pertama manusia dan kera sebagai "Australopithecus",
yang berarti "Kera Afrika Selatan". Australopithecus hanyalah spesies
kera kuno yang telah punah, dan memiliki beragam tipe. Sebagian berperawakan
tegap, dan sebagian lain bertubuh kecil dan ramping.
Evolusionis
menggolongkan tahapan evolusi manusia berikutnya sebagai "homo",
yang berarti "manusia". Menurut pernyataan evolusionis, makhluk hidup
dalam kelompok Homo lebih berkembang daripada Australopithecus, dan tidak
terlalu berbeda dengan manusia modern. Manusia modern di zaman kita, Homo
sapiens, dikatakan terbentuk pada tahapan terakhir evolusi spesies ini.
SATU
TULANG RAHANG SEBAGAI SUMBER INSPIRASI
Fosil
Ramapithecus pertama yang ditemukan: tulang rahang yang hilang, terdiri dari
dua bagian (kanan). Evolusionis dengan berani menggambarkan Ramapithecus,
keluarga dan lingkungan tempat tinggal mereka, hanya berdasarkan tulang rahang
ini
Fosil-fosil
seperti "Manusia Jawa", "Manusia Peking", dan
"Lucy", yang senantiasa muncul di media massa, jurnal dan
buku-buku kuliah evolusionis, termasuk dalam salah satu dari keempat spesies di
atas. Spesies-spesies ini juga diasumsikan bercabang menjadi sub-sub spesies.
Sejumlah
kandidat bentuk transisi dari masa lampau, seperti Ramapithecus, harus
dikeluarkan dari silsilah imajiner evolusi manusia setelah diketahui mereka
adalah kera biasa.1
Dengan
menyusun rantai hubungan sebagai: "Australopithecus > Homo habilis >
Homo erectus > Homo sapiens", evolusionis menyatakan bahwa
masing-masing spesies ini adalah nenek moyang spesies lainnya. Akan tetapi,
temuan ahli-ahli paleoantropologi baru-baru ini meng-ungkapkan bahwa Australopithecus,
Homo habilis dan Homo erectus hidup di belahan bumi berbeda pada masa yang
sama. Selain itu, suatu segmen manusia tertentu yang digolongkan sebagai Homo
erectus ternyata hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandartalensis dan
Homo sapiens sapiens (manusia modern) pernah hidup bersama di wilayah yang
sama. Situasi ini jelas menunjukkan ketidakabsahan pernyataan bahwa mereka
adalah nenek moyang bagi yang lain.
Pada
hakikatnya, semua temuan dan penelitian ilmiah telah mengungkapkan bahwa catatan
fosil tidak mengisyaratkan proses evolusi seperti yang dikemukakan evolusionis.
Fosil-fosil tersebut, yang mereka katakan sebagai nenek moyang manusia,
ternyata milik suatu ras manusia atau milik spesies kera.
Lalu, yang
manakah fosil manusia dan yang manakah fosil kera? Mungkinkah salah satu dari
keduanya bisa dianggap sebagai bentuk transisi? Untuk mendapatkan jawabannya,
mari kita amati masing-masing kategori.
AUSTRALOPITHECUS: SPESIES KERA
Australopithecus,
kategori pertama, berarti "kera dari selatan". Makhluk ini diduga
pertama kali muncul di Afrika sekitar 4 juta tahun lalu dan hidup hingga 1 juta
tahun lalu. Australopithecus memiliki beberapa kelas. Evolusionis berasumsi
bahwa spesies Australopithecus tertua adalah A. afarensis. Setelah itu muncul
A. africanus, yang memiliki kerangka lebih ramping, dan kemudian A. robustus,
yang memiliki kerangka relatif lebih besar. Sedangkan untuk A. boisei, sejumlah
peneliti menganggapnya spesies yang berbeda dan sebagian lagi menggolongkannya
dalam sub spesies dari A. robustus.
Semua
spesies Australopithecus adalah kera yang sudah punah dan menyerupai kera masa
kini.
Ukuran tengkorak mereka sama atau lebih kecil dari simpanse yang hidup di masa
sekarang. Terdapat bagian menonjol pada tangan dan kaki mereka yang digunakan
untuk memanjat pohon seperti simpanse zaman sekarang, dan kaki mereka memiliki
kemampuan menggenggam dahan. Mereka bertubuh pendek (maksimum 130 cm) dan
seperti simpanse masa kini, Australopithecus jantan lebih besar dari
Australopithecus betina. Sekian banyak karakteristik seperti detail pada
tengkorak, kedekatan kedua mata, gigi geraham yang tajam, struktur rahang,
lengan yang panjang, kaki yang pendek, merupakan bukti bahwa makhluk hidup ini
tidak berbeda dengan kera zaman sekarang.
Evolusionis
menyatakan bahwa meskipun Australopithecus memiliki anatomi kera, mereka
berjalan dengan tegak seperti manusia dan bukan seperti kera.
Pernyataan
"berjalan tegak" ini ternyata telah dipertahankan selama puluhan
tahun oleh sejumlah ahli paleoantropologi seperti Richard Leakey dan Donald C.
Johanson. Namun, banyak ilmuwan telah melakukan penelitian pada struktur
kerangka Australopithecus dan membuktikan ketidakabsahan argumentasi tersebut.
Penelitian menyeluruh pada beragam spesimen Australopithecus oleh dua ahli
anatomi kelas dunia dari Inggris dan Amerika Serikat, Lord Solly Zuckerman dan
Prof. Charles Oxnard, menunjukkan bahwa makhluk ini tidak bipedal dan bergerak
seperti kera masa kini. Setelah mempelajari fosil-fosil ini selama 15 tahun
dengan segala perlengkapan yang diberikan pemerintah Inggris, Lord Zuckerman
dan timnya yang beranggotakan 5 orang spesialis sampai pada kesimpulan bahwa
Australopithecus hanya spesies kera biasa dan pasti tidak bipedal.
Zuckerman sendiri adalah seorang evolusionis.2
Begitu pula Charles E. Oxnard, evolusionis yang terkenal dengan penelitiannya
pada subjek tersebut, menyamakan struktur kerangka Australopithecus dengan
milik orang utan modern.3 Akhirnya, pada tahun
1994, sebuah tim dari Universitas Liverpool Inggris melakukan riset menyeluruh
untuk mencapai suatu kesimpulan yang pasti. Mereka berkesimpulan bahwa "Australopithecus
adalah kuadripedal".4
Singkatnya,
Australopithecus tidak memiliki kekerabatan dengan manusia dan mereka hanyalah
spesies kera yang telah punah.
HOMO HABILIS: KERA YANG DINYATAKAN SEBAGAI MANUSIA
Kemiripan
struktur kerangka dan tengkorak Australopithecus dengan simpanse, dan penolakan
terhadap pernyataan bahwa makhluk ini berjalan tegak, telah sangat menyulitkan
ahli paleoantropologi pro evolusi. Karena, menurut skema evolusi rekaan mereka,
Homo erectus muncul setelah Australopithecus. Karena awalan kata
"homo" berarti "manusia", maka Homo erectus tergolong kelas
manusia berkerangka tegak. Ukuran tengkoraknya dua kali lebih besar dari
Australopithecus. Peralihan lang-sung dari Australopithecus, yakni seekor kera
mirip simpanse, ke Homo erectus yang berkerangka sama dengan manusia
modern, adalah mustahil bahkan menurut teori mereka sendiri. Jadi, diperlukan
"mata rantai", yakni "bentuk transisi". Dan konsep Homo
habilis muncul untuk memenuhi kebutuhan ini.
AUSTRALOPITHECUS
AFERENSIS: KERA YANG TELAH PUNAH
Fosil
pertama yang ditemukan di Hadar, Ethiopia, yang dianggap sebagai spesies
Australopithecus aferensis adalah AL 288-1 atau "Lucy". Sudah lama
evolusionis berusaha keras membuktikan bahwa Lucy dapat berjalan tegak. Tetapi
penelitian terakhir memastikan bahwa binatang ini adalah kera biasa yang
berjalan membungkuk.
Fosil
Australopithecus aferensis AL 333-105 di atas adalah milik anggota muda spesies
ini. karena itulah tonjolan belum terbentuk pada tengkoraknya
AUSTRALOPITHECUS SIMPANSE MODERN
Di
kanan adalah tengkorak fosil Australopithecus aferensis AL 444-2, dan di
bawahnya adalah tengkorak kera modern. Kemiripan yang sangat jelas menegaskan
bahwa A. Aferensis adalah spesies kera biasa tanpa ciri-ciri "mirip
manusia".
Pengelompokan
Homo habilis diajukan pada tahun 1960-an oleh Keluarga Leakey, sebuah keluarga
"pemburu fosil". Menurut Leakey, spesies baru yang mereka kelompokkan
sebagai Homo habilis memiliki kapasitas tengkorak relatif besar, kemampuan
berjalan tegak dan menggunakan peralatan dari batu dan kayu. Karena itu, mungkin
saja ia adalah nenek moyang manusia.
Fosil-fosil
baru dari spesies yang sama ditemukan pada akhir tahun 1980-an, dan mengubah
total pandangan ini. Sejumlah peneliti seperti Ber-nard Wood dan C. Loring
Brace, berdasarkan fosil-fosil baru tersebut mengatakan bahwa Homo habilis,
yang berarti "manusia yang mampu menggunakan alat" seharusnya
digolongkan sebagai Australopithecus habilis yang berarti "kera Afrika
Selatan yang mampu menggunakan alat", karena Homo habilis memiliki banyak
kesamaan ciri dengan kera Australopithecus. Ia memiliki lengan yang panjang,
kaki yang pendek dan struktur kerangka mirip kera seperti Australopithecus.
Jari tangan dan jari kakinya cocok untuk memanjat. Struktur tulang rahangnya
sangat mirip dengan rahang kera masa sekarang. Rata-rata kapasitas tengkoraknya
yang 600 cc juga mengindikasi fakta bahwa Homo habilis adalah kera. Singkatnya,
Homo habilis, yang diklaim sebagai spesies berbeda oleh se-jumlah evolusionis,
ternyata merupakan spesies kera seperti semua Australopithecus yang lain.
Penelitian
yang dilakukan pada tahun-tahun berikutnya benar-benar menunjukkan bahwa Homo
habilis tidak berbeda dengan Australopithecus. Fosil tengkorak dan kerangka
OH26 yang ditemukan Tim White menunjukkan bahwa spesies ini memiliki kapasitas
tengkorak kecil, lengan panjang serta kaki pendek yang memungkinkannya
memanjat pohon; tidak berbeda dengan kera modern.
Analisis
terperinci yang dilakukan ahli antropologi Amerika, Holly Smith, pada tahun
1994 menunjukkan bahwa Homo habilis bukan "homo", atau
"manusia", melainkan "kera".
Mengenai
analisis yang dilakukannya terhadap gigi-gigi Australopithecus, Homo habilis,
Homo erectus dan Homo neandertalensis, Smith menyatakan:
Dengan
membatasi analisis hanya pada spesimen-spesimen yang memenuhi kriteria ini, pola
perkembangan gigi Australopithecus dan Homo habilis menunjukkan bahwa mereka
sekelompok dengan kera Afrika. Sedangkan Homo erectus dan Neandertal
diklasifikasikan dengan manusia.5
HOMO
HABILIS: SATU LAGI KERA YANG TELAH PUNAH
Sudah
sejak lama para evolusionis menyatakan bahwa makhluk yang mereka namakan Homo
habilis dapat berjalan tegak. Mereka beranggapan telah menemukan mata rantai
penghubung antara kera dengan manusia. Akan tetapi, fosil-fosil baru Homo
habilis yang ditemukan Tim White pada tahun 1986 dan diberi nama OH 62
membantah klaim ini. Fragmen fosil ini memperlihatkan bahwa Homo habilis
berlengan panjang dan berkaki pendek seperti kera modern. Fosil ini mengakhiri
klaim bahwa Homo habilis adalah makhluk bipedal yang dapat berjalan tegak. Ternyata,
Homo habilis juga tidak lebih dari spesies kera.
"Homo
habilis OH 7" di samping kanan adalah fosil yang paling baik menggambarkan
karakteristik rahang Homo habilis. Fosil rahang ini memiliki gigi seri yang
besar. Gigi gerahamnya kecil. Bentuk rahang persegi. Semua ciri ini membuat
rahang ini sangat mirip dengan rahang kera masa kini. Dengan kata lain, rahang
Homo habilis menegaskan sekali lagi bahwa makhluk ini adalah sejenis kera.
Tahun itu
juga, tiga spesialis anatomi, Fred Spoor, Bernard Wood dan Frans Zonneveld,
menarik kesimpulan serupa melalui metode yang sama sekali berbeda. Metode ini
berdasarkan analisis perbandingan saluran setengah lingkaran pada telinga
bagian dalam milik manusia dan kera yang berfungsi menjaga keseimbangan. Saluran
ini berbeda jauh antara manusia yang berjalan tegak, dengan kera yang berjalan
membungkuk. Saluran telinga bagian dalam pada semua Australopithecus serta
spesimen Homo habilis yang diteliti oleh Spoor, Wood dan Zonneveld, sama
seperti pada kera modern. Saluran telinga bagian dalam pada Homo erectus sama
dengan pada manusia modern.6
Temuan ini
membuahkan dua hasil penting:
1.
Fosil-fosil yang dikatakan sebagai Homo habilis sebenarnya tidak termasuk kelas
"homo", atau manusia, tetapi kelas Australopithecus, atau kera.
2. Baik Homo
habilis maupun Australopithecus adalah makhluk hidup yang berjalan membungkuk,
dan karenanya memiliki kerangka kera. Mereka tidak memiliki hubungan apa pun
dengan manusia.
HOMO RUDOLFENSIS: SUSUNAN WAJAH YANG SALAH
Homo
rudolfensis adalah nama yang diberikan kepada beberapa bagian fosil yang
ditemukan pada tahun 1972. Kelompok yang diwakili fosil ini juga dinamai Homo
rudolfensis karena ditemukan di dekat Sungai Rudolf di Kenya. Mayoritas ahli
paleoantropologi menyetujui bahwa fosil-fosil ini tidak berasal dari spesies
yang berbeda, melainkan termasuk Homo habilis.
Richard
Leakey, penemu fosil tersebut, memperkenalkan tengkorak yang dinamai
"KNM-ER 1470" dan dinyatakan berusia 2,8 juta tahun itu sebagai
penemuan terbesar dalam sejarah antropologi dan berpengaruh luas. Menurut
Leakey, makhluk berukuran tengkorak kecil seperti Australopithecus namun
berwajah manusia tersebut adalah mata rantai yang hilang antara
Australopithecus dan manusia. Akan tetapi, tidak berapa la-ma kemudian diketahui
bahwa wajah mirip manusia dari tengkorak KNM-ER 1470 yang sering tampil pada
sampul depan majalah-majalah ilmiah adalah hasil penggabungan fragmen-fragmen
tengkorak secara keliru-yang mungkin dilakukan dengan sengaja. Prof. Tim
Bromage, pengkaji anatomi wajah manusia, menjelaskan kenyataan yang
diungkapkannya dengan bantuan simulasi komputer ini pada tahun 1992:
Ketika KNM-ER
1470 pertama kali direkonstruksi, wajahnya dilekatkan pada tengkorak dalam
posisi hampir vertikal, sangat menyerupai wajah datar manusia modern. Akan
tetapi penelitian baru-baru ini mengenai hubungan-hubungan anatomis menunjukkan
bahwa pada masa hidupnya wajah itu seharusnya sangat menonjol, memunculkan
aspek mirip kera, agak mirip dengan wajah Australopithecus.7
Mengenai kasus
ini, seorang ahli paleoantropologi evolusionis, J. E. Cronin, menyatakan:
... wajahnya
yang dikonstruksi relatif kokoh, naso-alveolar clivus yang agak datar (mengarah
wajah cembung Australopithecus), lebar-maksimum tengkorak yang rendah (pada
bagian temporal), gigi taring yang kuat dan geraham yang besar (seperti yang
ditunjukkan oleh sisa akarnya), seluruhnya merupakan sifat-sifat yang relatif
primitif, yang menghubungkan spesimen tersebut dengan kelompok A. africanus.8
C. Loring
Brace dari Universitas Michigan berkesimpulan sama setelah ia menganalisis
struktur rahang dan gigi tengkorak 1470. Menurutnya, ukuran rahang dan bagian
yang ditumbuhi gigi geraham menunjukkan bahwa ER 1470 memiliki wajah dan gigi
Australopithecus.9
Prof. Alan
Walker, ahli paleoantropologi dari Universitas John Hopkins telah melakukan
banyak penelitian pada KNM-ER 1470 seperti halnya Leakey, dan bersikeras bahwa
makhluk hidup ini seharusnya tidak dikelompokkan sebagai "homo" atau
spesies manusia seperti Homo habilis atau Homo rudolfensis, tetapi harus
dimasukkan ke dalam spesies Australopithecus.10
Jadi,
pengelompokan seperti Homo habilis atau Homo rudolfensis yang
dikatakan sebagai bentuk transisi antara Australopithecines dengan Homo
erectus, sepenuhnya hanyalah rekaan. Sebagaimana dikuatkan oleh banyak peneliti
masa kini, makhluk-makhluk hidup ini adalah anggota Australopithecus.
Seluruh ciri anatomis memperlihatkan bahwa mereka adalah spesies kera.
Setelah
makhluk-makhluk ini, yang ternyata semuanya spesies kera, kemudian muncul
fosil-fosil "homo" yang merupakan fosil-fosil manusia.
(Bersambung ke Bagian B)
Sumber: www.harunyahya.com
0 komentar:
Posting Komentar